BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam agama Islam terdapat tiga ajaran yang sangat ditekankan oleh Allah
dan Rasul-Nya, yang harus diamalkan dan dibenarkan dalam hati. Yaitu iman
(akidah), Islam (syariat), dan ihsan (akhlak). Tetapi sekarang-sekarang ini ada
yang mengabaikan salah satu dari tiga hal ini. Sehingga kehidupannya menjadi
jauh dari agama.
Di
sini para penyusun akan menjelaskan tentang hubungan antara ketiganya, sehingga
kemantapan seorang mukmin akan terjaga. Semoga apa yang para penyusun susun
dalam makalah ini berguna untuk semua kalangan umat Islam.
B. Rumusan Masalah
Adapun
rumusan masalah di sini ialah:
1. Hubungan akidah
dengan syariat
Menjelaskan
tentang pengertian keduanya, dalil-dalil, serta contoh hubungan keduanya.
2. Hubungan akidah
dengan akhlak
Menjelaskan tentang pengertian akhlak, dalil-dalil, serta contoh hubungan
keduanya.
BAB II
HUBUNGAN AQIDAH DENGAN SYARIAT DAN AKHLAK
A. Hubungan Aqidah dengan Syariat
Menurut sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Umar
diceritakan bahwa pernah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW, yang
kemudian ternyata orang itu adalah malaikat Jibril, menanyakan tetang arti Iman
(Aqidah), Islam (Syariat), dan Ihsan (Akhlak). Dan
dalam dialog antara Rasulullah SAW dengan malaikat Jibril itu, Rasulullah SAW
memberikan pengertian tentang Iman, Islam, dan Ihsan tersebut sebagai berikut.
Iman
(Aqidah) :
Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya,
Rasul-rasul-Nya dan Hari Akhirat serta engkau beriman kepada kadar (ketentuan
Tuhan) baik dan buruk.
Islam
(Syariat)
: Engkau menyaksikan bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad
adalah Rasulullah, engkau mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, puasa Ramadhan
dan engkau pergi haji ke Baitullah jika engkau mampu pergi ke sana.
Ihsan :
Engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya, tetapi jika engkau tidak
melihat-Nya, yakinlah bahwa Dia selalu melihat engkau.
Ditinjau
dari hadis di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa hubungan antar ketiganya
sangat erat bagaikan sebuah pohon. Tidak dapat dipisahkan antara akar (Aqidah),
batang (Syariat), dan daun (Akhlak).
Hubungan
aqidah dengan syariat akan dijelaskan lebih terperinci disini.
Menurut
Syekh Mahmud Syaltut ketika menjelaskan tentang kedudukan akidah dan syariah
menulis: Akidah itu di dalam posisinya menurut Islam adalah pokok yang kemudian
di atasnya dibangus syariat. Sedang syariat itu sendiri adalah hasil yang
dilahirkan oleh akidah tersebut. Dengan demikian tidaklah akan terdapat syariat
di dalam Islam, melainkan karena adanya akidah; sebagaimana syariat tidak akan
berkembang, melainkan di bawah naungan akidah. Jelaslah bahwa syariat tanpa
akidah laksana gedung tanpa fondasi.
Ada juga yang menyatakan bahwa hubungan aqidah dengan syariat adalah
hubungan di antara budi dan perangai. Dalam undang-undang budi, suatu budi yang
tinggi hendaklah dilatihkan terus supaya menjadi perangai dan kebiasaan. Kalau
seorang telah mengakui percaya kepada Allah dan kepada Hari Kemudian, dan telah
mengakui pula percaya kepada Rasul-rasul Utusan Tuhan, niscaya dengan
sendirinya kepercayaan itu mendorongnya supaya mencari perbuatan-perbuatan yang
diterima dengan rela oleh Tuhan. Niscaya dia bersiap-siap sebab dia telah
percaya bahwa kelak dia akan berjumpa dengan Tuhan. Niscaya dia senantiasa
berusaha di dalam hidup menempuh jalan lurus. Tak obahnya dengan orang yang
mengakui diri gagah berani, dia ingin membuktikan keberaniannya ke medan
perang. Seseorang yang mengakui dirinya dermawan, berusa mencari lobang untuk
menafkahkan harta bendanya kepada orang yang patut dibantu. Seorang yang
mengakui dirinya orang jujur, senantiasa menjaga supaya perkatannya jangan
bercampur bohong.ni telah
dipegang dan dilaksanakan, maka seorang mukmin yang semacam ini telah mempunyai
prinsip yang benar dan kokoh. Ia senantiasa berkomunikasi dengan orang-orang
dengan penuh rasa tanggung-jawab dan waspada dalam segala urusan. Apabila
mereka berada di atas dasar kebenaran, maka ia dapat bekerja sama dengan
mereka. Kalau ia melihat mereka menyimpang dari jalan yang benar, maka ia
mengambil jalan sendiri.
Rasulullah bersabda:
لايكن احدكم أمعة يقول : انا مع الناس، ان
احسن الناس احسنث وان اساءوا اسأث، ولكن وظنوا انفسكم ان حسن الناس ان ثحسنوا وان
اساءوا ان ثجثنبوا اساءثهم (رواه الترذي)
“Janganlah ada di antara
kamu menjadi orang yang tidak mempunyai pendirian, ia berkata: Saya ikut
bersama orang-orang. Kalau orang berbuat baik, saya juga berbuat baik; dan
kalau orang berbuat jahat, saya juga berbuat jahat. Akan tetapi teguhlah
pendirianmu. Apabila orang berbuat baik, hendaklah kamu juga berbuat baik dan
kalau mereka berbuat jahat, hendaklah kamu jauhi perbuatan jahat itu.” (HR.
Turmuzi)
Dari
uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa iman itu merupakan satu hal yang
sangat fondamental dalam Islam dan dengan sendirinya dalam kehidupan. Untuk
memantapkan uraian ini, iman laksana mesin bagi sebuah mobil yang menggerakkan
segala kekuatannya untuk berjalan. Tanpa mesin, maka mobil itu tak ubahnya
seperti benda-benda mati yang lain yang tidak bisa bergerak dan berjalan.[5]
Kemantapan
iman dapat diperoleh dengan menanamkan kalimat tauhid La Illaha illa
al-Allah (Tiada tuhan selain Allah). Tiada yang dapat menolong,
memberi nikmat kecuali Allah; dan tiada yang dapat mendatangkan bencana,
musibah kecuali Allah. Pendket kata, kebahagiaan dan kesengsaraan hanyalah dari
Allah. Al-Maududi mengemukakan beberapa pengaruh kalimat tauhid ini dalam
kehidupan manusia.
- Manusia yang percaya dengan kalimat ini tidak mungkin orang yang berpandangan sempit dan berakal pendek.
- Keimanan mengangkat manusia ke derajat yang paling tinggi dalam harkatnya sebagai manusia.
- Bersamaan dengan rasa harga diri yang tinggi, keimanan juga mengalirkan ke dalam diri manusia rasa kesederhanaan dan kesahajaan.
- Keimanan membuat manusia menjadi suci dan benar.
- Orang yang beriman tidak bakal putus asa atau patah hait pada keadaan yang bagaimanapun.
- Orang yang beriman mempunyai kemauan keras, kesabaran yang tinggi dan percaya teguh kepada Allah SWT.
- Keimanan membuat keberanian dalam diri manusia.
- Keimanan terhadap kalimat La Ilaha illa al-Allah dapat mengembangkan sikap cinta damai dan keadilan menghalau rasa cemburu, iri hati dan dengki.
- Pengaruuh yang terpenting adalah membuat manusia menjadi taat dan patuh kepada hukum-hukum Allah.
B. Hubungan Aqidah dengan Akhlak
Menurut
Mahmud Syaltut, tidak diragukan lagi bahwa untuk memperguanakan dan menjalankan
bagian aqidah dan ibadah perlu pula berpegang kuat dan tekun dalam mewujudkan
bagian lain yang disebut dengan bagian akhlak. Sejarah risalah ketuhanan dalam
seluruh prosesnya telah membuktikan bahwa kebahagiaan di segenap lapangan hanya
diperoleh dengan menempuh budi pekerti (berakhlak mulia).
Prof.
Dr. T.M. Hasbi Ash Shiddiequ di dalam bukunya Al Islam mengatakan:
Kepercayaan dan Budi
pekerti dalam pandangan Al-Qur’an hampir dihukum satu, dihukum setaraf,
sederajat. Lantaran demikianlah Tuhan mencurahkan kehormatan kepada akhlak dan
membesarkan kedudukannya. Bahkan Allah memerintahkan seorang muslim memelihara
akhlaknya dengan kata-kata perintah yang pasti, terang, dan jelas. Para muslim
tidak dibenarkan sedikit juga menyia-nyiakan akhlaknya, bahkan tak boleh
memudah-mudahkannya.
Akidah
tanpa akhlak adalah seumpama sebatang pohon yang tidak dapat dijadikan tempat
berlindung di saat kepanasan dan tidak pula ada buahnya yang dapat dipetik.
Sebaliknya akhlak tanpa akidah hanya merupakan layang-layaang bagi benda yang
tidak tetap, yang selalu bergerak. Oleh karena itu Islam memberikan perhatian
yang serius terhadap pendidikan akhlak.
Rasulullah
SAW menegaskan bahwa kesempurnaan iman seseorang terletak pada kesempurnaan dan
kebaikan akhlaknya. Sabda beliau: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya
ialah mereka yang paling bagus akhlaknya”. (HR. Muslim)
Dengan
demikian, untuk melihat kuat atau lemahnya iman dapat diketahui melalui tingkah
laku (akhlak) seseorang, karena tingkah laku tersebut merupakan perwujudan dari
imannya yang ada di dalam hati. Jika perbuatannya baik, pertanda ia mempunyai
iman yang kuat; dan jika perbuatan buruk, maka dapat dikatakan ia mempunyai
Iman yang lemah Muhammad
al-Gazali mengatakan, iman yang kuat mewujudkan akhlak yang baik dan mulia,
sedang iman yang lemah mewujudkan akhlak yang jahat dan buruk.
Nabi
Muhammad SAW telah menjelaskan bahwa iman yang kuat itu akan melahirkan
perangai yang mulia dan rusaknya akhlak berpangkal dari lemahnya iman. Orang
yang berperangai tidak baik dikatakan oleh Nabi sebagi orang yang kehilangan
iman. Beliau bersabda:
الحياء والايمان قرناء جميعا فاذا رفع
احدهما رفع الاخر (رواه الكاريم)
”Malu dan iman itu
keduanya bergandengan, jika hilang salah satunya, maka hilang pula yang lain”.
(HR. Hakim)
Kalau
kita perhatikan hadits di atas, nyatalah bahwa rasa malu sangat berpautan
dengan iman hingga boleh dikatakan bahwa tiap orang yang beriman pastilah ia
mempunyai rasa malu; dan jika ia tidak mempunyai rasa malu, berarti tidak
beriman atau lemah imannya.
BAB III
KESIMPULAN
Kaitan
antara aqidah, syariat dan akhlak ialah bagaikan sebuah pohon, terdapat akar,
batang dan daun, yang saling menyatu bila satu hilang atau rusak maka akan
terjadi kehancuran untuk pohon tersebut.
Aqidah
merupakan pilar utama untuk menumbuhkan syariat dan akhlak. Tanpa aqidah,
syariat dan akhlak yang baik akan menjadi percuma, atau pun sebaliknya.
Rasulullah pernah menjelaskan tentang pegertian ketiganya ketika Jibril datang
kepadanya sebagai seorang manusia.
Rasulullah
sangat menekankan hubungan antara ketiganya. Tidak boleh dilepas satu sama
lain. Rasulullah menegaskan barang siapa meninggalkan syariat dan akhlak akan
kehilangan keimanannya, ataupun sebaliknya. Dan Rasulullah menegaskan untuk
memelihara ketiganya dalam tubuh seorang mukmin dan muslim.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar