KATA PENGANTAR
Puja-puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini yang
berjudul “Perkembangan Supervisi”
Tidak lupa saya ucapkan terima kasih kepada dosen
yang mengampu “Supervisi Pendidikan“ dan teman - teman yang telah
memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan. Oleh sebab itu penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan
selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman- teman. Amin.
Jepara,
20 Desember 2014
Kelompok 8
DAFTAR
ISI
Halaman
Judul ................................................................................................... i
Kata
Pengantar ................................................................................................... ii
Daftar
Isi ............................................................................................................ iii & iv
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang .................................................................... 1
B. Rumusan
Masalah ............................................................... 2
C. Tujuan
masalah .................................................................... 2
BAB II : PEMBAHASAN
A. Perkembangan
Supervisi pada abad ke-18 & 19
1. Perkembangan
Supervisi pada abad ke-18 .................... 3
2. Perkembangan
Supervisi pada abad ke-19 .................... 4
B. Perkembangan
Supervisi pada zaman sekarang .................. 5
C. Perkembangan
Supervisi pada masa yang akan datang ...... 9
BAB III : PENUTUP
A. Simpulan .............................................................................. 11
B. Saran dan Kritik .................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 13
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sesuai dengan perkembangan masyarakat dan perkembangan pendidikan
di negara kita, maka paradigma tenaga kependidikan pun sudah seharusnya
mengalami perubahan pula, khususnya yang berkaitan dengan supervisi atau
kepengawasan pendidikan ini. Dengan paradigma lama tergambar bahwa suatu
kegiatan tidak dapat diharapkan berjalan lancar dengan sendirinya sesuai dengan
rencana dan tujuan yang telah ditetapkan, jika tidak diawasi. Apa yang
diharapkan untuk dikerjakan seseorang atau sekelompok orang, sering kali kurang
atau bahkan tidak dilakukan, bukan karena tidak mau, tetapi karena tidak ada
yang mengawasi.
Berdasarkan gambaran tersebut dapat dipahami bahwa pengawasan
cenderung bersifat otokratis, mencari-cari kesalahan atau kelemahan orang lain
dan berorientasi pada kekuasaan dan kekuatan.
Perubahan demi perubahan telah kita alami dan lalui, demikian pula
pengertian pengawasan seperti lambat laun mengalami perubahan pula. Pengaruh-pengaruh
barat mulai masuk, sehingga pengertian pengawasan dalam pendidikan dirubah
menjadi “supervisi” yang mengandung pengertian yang lebih luas dan lebih
demokratis, tidak hanya melihat apakah Kepala Sekolah, Guru, dan para pegawai
sekolah telah melakukan tugas dan kegiatan sesuai dengan pedoman yang ada, akan
tetapi juga berusaha mencari jalan keluar bagaimana cara memperbaikinya. Para
supervisor pun berkewajiban memberikan bimbingan, pembinaan dan
petunjuk-petunjuk yang diperlukan. Hubungan antara pengawas/supervisor dengan
yang diawasi lebih bersifat kemitraan. Dengan paradigm baru ini diharapkan para
peendidik dan para supervisor dapat menjalin kerja sama yang lebih harmonis
dalam rangka mengemban tugas-tugas kependidikan yang dibenakan kepada diri
masing-masing.[1]
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
perkembangan supervisi pada abad 18 & 19 ?
2.
Bagaimana
perkembangan supervisi pada zaman sekarang ?
3.
Bagaimana
perkembangan supervisi pada masa yang akan datang ?
C.
Tujuan
Masalah
1.
Dapat
mengetahui perkembangan supervisi pada abad 18 & 19
2.
Dapat
mengetahui perkembangan supervisi pada zaman sekarang
3.
Dapat
mengetahui perkembangan supervisi pada masa yang akan datang
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Perkembangan
Supervisi abad ke-18 & 19
1.
Perkembangan
supervisi abad ke-18
Supervisi
pada abad ke-18 dilakukan oleh panitia kantor atau panitia sekolah atau anggota-anggota
badan pendidikan. Mereka ini di angkat karena kemahiran-kemahiranya akan
metode-metode mengajar.
Pada
waktu-waktu tertentu mereka datang berkunjung ke sekolah untuk melihat
guru-guru mengajar. Mereka melakukan inspeksi ke sekolah-sekolah, karena itu
muncul istilah inspektur bagi mereka. Tugas mereka adalah untuk mengetahui
sampai di mana kepandaian guru-guru itu mengajar, bukan memperbaiki
kekeliruan-kekeliruan yang du buat oleh para guru.
Namun para
supervisor ini hanya merupakan alat pencatat saja bagi kepentingan atasannya,
mereka hanya menulis apakah guru-guru itu sudah bekerja dengan benar atau masih
salah. Hal itu mudah dikerjakan sebab apa yang patut dilakukan guru sudah
ditentukan sejak awal. Setiap sekolah sudah mempunyai aturan-aturan dan standar
yang harus dilakukan. Tugas supervisor adalah mengontrol sekolah apakah sekolah
ia sudah melaksanakan aturan dan standar itu atau belum. Bila ternyata
guru melakukan kekeliruan, supervisor hanya mengeritik dan menegur saja, tidak
menunjukan bagaimana memperbaiki diri. Nampaknya kreatif guru juga kurang
dihargai.
Kontrol
pendidikan seperti ini juga dirasakan di Indonesia di abad itu. para guru
umumnya merasa takut bila didatangi supervisor yang lebih dikenal sebagai kontroler.
Mereka sering datang tiba-tiba, dengan tidak memberitahukan terlebih dahulu.
Mereka yang sebagian besar terdiri dari penjajah bangsa Belanda secara
penampilan sudah menakutkan. Kontrol seperti ini dapat membuat sekolah
berdisiplin tinggi, tetapi kreativitas guru-guru atau sekolah cenderung mati.
Yang melakukan supervisi di Amerika Serikat ialah kebanyakan orang-orang yang
menjadi anggota organisasi pendidikan atau orang-orang yang cinta akan
pendidikan, mereka itu terdiri dari para pendeta, pengawas sekolah, para wali
siswa, orang-orang pilihan, warga negara tertentu dan anggota panitia. Tugas
mereka melakukan inspeksi ke sekolah-sekolah dengan perhatian utama ditujukan
kepada efektivitas pengajaran yaitu: menulis, membaca dan menghitung. Sebagai pecinta
pendidikan bukan ahli mendidik, mereka diragukan apakah dapat memperbaiki
pengajaran atau tidak.
2.
Perkembangan
supervisi abad ke -19
Pada abad
ke-19 kedudukan Pengawas sekolah sudah meningkat. Mereka secara resmi dikatakan
supervisor sekolah. Mereka pada umumnya adalah para pegawai kantor pengawas
pendidikan yang di Indonesia dapat disamakan dengan Kantor Perwakilan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, baik di tingkat Provinsi, Kabupaten
maupun Kecamatan. Hal ini disebabkan karena mereka kini sudah berkembang
menjadi orang-orang professional. Dengan demikian supervisi pada abad ke-19
sudah bersifat professional.
Tugas para
supervisor pada abad ini tidak lagi hanya mengontrol dan mencatat kesalahan
guru, tidak lagi bersifat otokrasi, melainkan berangsur-angsur memperhatikan
individualitas guru sehingga kewajiban supervisor semakin meluas. Tugas mereka
adalah memperbaiki proses pendidikan, menunjukkan kepada guru bagaimana
mengajar dengan baik, membimbing guru serta memberikan kesempatan mengeluarkan
pendapat dan berdiskusi. Guru-guru yang memiliki kemampuan kurang dan guru-guru
yang baru selesai studi dibantu lewat penataran. Dalam hal ini supervisor bertindak
sebagai penyelenggara, sedangkan menatar dilakukan oleh orang-orang yang lebih
ahli. Sifat penataran sebagian besar ditekankan kepada memberikan contoh-contoh
nyata sebagai guru dengan aktivitas-aktivitasnya yang baik. Para penatar akan
dicontoh kepribadiannya, cara membawa diri dalam proses belajar mengajar,
caranya mengajar, membimbing para siswa, menilai dan sebagainya.
Supervisi
pada abad ke-19 sudah dipandang penting bagi kemajuan pengajaran. Oleh sebab
itu, supervisor lebih di atas tingkatannya dari kepalah sekolah. Kedudukan
supervisor lebih ditonjolkan karena kewajibannya dipandang lebih utama dari
pada kewajiban kepala sekolah yaitu memperbaiki, mempertahankan, dan mengawasi
proses pendidikan. Namun demikian keduanya baik supervisor ataupun kepala
sekolah melaksanakan fungsi supervisi. Tetapi supervisi dari kepala sekolah
tidak begitu lancar disebabkan oleh tugas-tugas ketatausahaan sekolah. Pada
abad ini supervisor-supervisor spesialis sudah mulai dikembangkan seperti ahli dalam
bidang kurikulum, ahli dalam administrasi, ahli dalam keuangan dan sebagainya.
Teknik-teknik supervisi juga mulai dikembangkan dan ditingkatkan, termasuk
teknik pembinaan guru yang bersifat manusiawi. Karena itu pada akhir abad ini
supervisi di pandang sebagai fungsi demokrasi.
B.
Perkembangan
supervisi pada masa sekarang
Secara
historis mula-mula diterapkan konsep supervisi yang tradisional, yaitu
pekerjaan inspeksi, mengawasi dalam pengertian mencari kesalahan dan menemukan
kesalahan dengan tujuan untuk diperbaiki. Perilaku supervisi yang tradisional
ini disebut snooper vision, yaitu tugas yang memata-matai untuk
menemukan kesalahan. Konsep seperti ini menyebabkan guru-guru menjadi takut dan
mereka bekerja dengan tidak baik karena takut dipersalahkan.[2]
Sedangkan arti dari supervisi mempunyai pengertian yang demokratis. Dalam
pelaksanaannya, supervisi bukan hanya mengawasi apakah para guru/pegawai
menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan instruksi, tetapi juga
berusaha bersama guru-guru, bagaimana cara-cara memperbaiki proses
belajar-mengajar. Jadi, dalam kegiatan supervisi, guru-guru tidak dianggap
sebagai pelaksana pasif, melainkan diperlakukan sebagai partner bekerja yang
memiliki ide-ide, pendapat-pendapat dan pengalaman yang perlu didingar dan
dihargai serta diikutsertakan dalam usaha-usaha perbaikan pendidikan.[3]
Supervisi pada masa sekarang sering disebut supervisi modern. Supervisi ini
mempunyai ciri-ciri dinamis dan demokratis yang merefleksikan vitalitas
pemahaman dan kepemimpinan yang berbobot. Lebih jauh lagi karakteristik
supervisi modern dikatakan sebagai berikut :
1.
Karakteristik yang pertama
menciptakan dan mempertahankan antar hubungan yang memuaskan diantara semua
anggota staf. Kondisi seperti ini merupakan dasar yang paling utama dalam
melaksanakan supervisi. Sebab supervisi merupakan suatu proses yang
menyangkut aktivitas-aktivas individu didasari oleh pengenalan dan hubungan
yang akrab.
2.
Karakteristik yang kedua ialah
demokratis, istilah demokratis dikatakan mencerminkan dinamika, dapat mengerti
dan memahami, sensitif, dan memegang peranan kepemimpinan.
3.
Karakter supervisi modern yang
ketiga adalah komprensif. Suatu yang supervisi berlangsung dari taman
kanak-kanak sampai dengan sekolah menengah tingkat atas yang mencangkup
beberapa sekolah untuk beberapa sekolah untuk wilayah tertentu. Bentuk dan isi
supervisi untuk tingkat-tingkat sekolah itu tidak boleh berbeda-beda. Kesamaan
ini dimaksudkan untuk menjamin kontinuitas kurikulum sekolah dari taman
kanak-kanak sampai dengan sekolah menengah tingkat atas. Hal ini akan
memudahkan para siswa mengembangkan diri melalui kurikulum tersebut. Cukup
sulit bagi siswa kalau ia sudah biasa belajar dengan cara bervariasi beralih ke
cara yang monoton misalnya. Itulah sebabnya perlu diusahakan kesamaan
metode belajar mengajar dari tingkat sekolah yang paling rendah sampai ke tingkat
yang paling tinggi.
Kesamaan
metode belajar mengajar disini tidak sama persis untuk semua tingkat sekolah
dan semua bidang studi melainkan yang sama adalah prinsipnya. Misalnya semua
menggunakan prinsip Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Sehingga
belajar dari siswa dari tingkat sekolah ke tingkat yang lain menjadi lancar
karena sudah biasa dengan KTSP. Begitu pula materi yang dipelajari secara
prinsip sama yaitu dapat menunjang pembentukan manusia seutuhnya, hanya tingkat
kesukaran yang perlu berbeda. Selain komprehensif ditujukan kepada kurikukulum,
juga komprehensif terhadap personalia sekolah mencangkup kepalah sekolah,
para guru, para pegawai tatausaha dan para siswa diarahkan dalam pencampaian
tujuan pendidikan.
Supervisi
yang dinamis ialah supervis yang aktif, kreatif, dan banyak inisiatif dalam
melaksanakan fungsinya. Suatu supervisi yang tidak hanya mengamati, mengontrol,
mengeritik dan menilai saja tetapi jauh lebih luas dari pada itu.
Supervisi seperti ini ikut merencanakan agar proses belajar memberi hasil yang
baik, membantu menciptakan kondisi belajar yang baik, memonitori guru-guru agar
tidak sampai terlanjur jauh berbuat salah, mencari sebab sebuah kesalahan,
memberi saran dan membimbing. Supervisor tidak hanya mencari kesalahan guru,
tidak pula hanya memperbaiki kesalahan guru, tetapi juga berusaha mengadakan
preventif agar guru-guru sedikit mungkin berbuat salah. Hal ini dilakukan
dengan bermacam-macam cara sesuai problem yang dihadapi itulah sebabnya mengapa
supervisor itu perlu aktif, kreatif dan berinisiatif.
Untuk
mempermudah pelaksanaan tugas, supervisi perlu mengerti atau memahami
kepribadian setiap guru. Setiap guru dan personalia sekolah memiliki
kepribadian yang unik. Supervisor harus memahami keunikan setiap individu
yang dibinanya. Pemahaman terhadap individu merupakan strategi bagi
supervisor dalam aksinya mempengaruhi, mengarahkan dan memotivasi individu
tersebut. Setiap guru membutuhkan teknik pembinaan tersendiri sesuai keunikan
mereka masing-masing.
Supervisor
juga membutuhkan kesensitifan dalam berkomunikasi dengan guru dan juga
harus peka agar cepat tahu apa permasalahan yang dihadapi oleh guru.
Pengetahuan ini memberikan jalan baginya untuk mengatur strategi lebih
lanjut.
Supervisor
dengan kepemimpinannya akan berusaha mengadakan kerjasama dengan guru-guru dan
personalia sekolah lainya dalam usaha meningkatkan proses belajar mengajar
disekolah. Supervisor berusaha menciptakan suasana kondusif, sehingga
memungkinkan saling memberi dan saling menerima. Dalam situasi seperti ini
tidak ada satupun yang mendominasi kelompok. Setiap anggota kelompok
merasa berharga bisa dihargai. Situasi dan perasaan seperti ini memungkinkan
penyelesaian suatu masalah atau diskusi bisa berjalan lancar.
Supervisi
secara demokratis tidak mudah dipraktekkan. Dalam pertemuan-pertemuan
pendidikan antara atasan sebagai supervisor dengan bawahan di Indonesia sangat
langka dijumpai proses demokrasi. Pada umumnya kelompok masih didominasi oleh
pemimpin. Hal ini dibenarkan oleh hasil penelitian Beeby (1979) yang mengatakan
bahwa sikap guru–guru di Indonesia bersifat tradisional yang otoriter, yaitu
menunggu istruksi atasan untuk mengadakan perubahan.
Dikatakan
lebih lanjut bahwa supervisi tradisional hanya mengejar kesuksesan jangka
pendek saja, dengan bertitik tolak pada variable awal tanpa mengihiraukan
variable perantara. Dalam supervisi ini pemimpin cenderung untuk mencari-cari
kesalahan. Perilaku supervisor ini ialah mengadakan inspeksi untuk mencari
kesalahan dan menemukan kesalahan, memang sangat mudah untuk mengoreksi
kesalahan orang lain, tapi lebih sulit lagi untuk melihat segi-segi positif
dalam hubungan dengan hal-hal yang baik. Mencari-cari kesalahan dalam
membimbing sangatlah bertentangan dengan prinsip dan tujuan supervisi
pendidikan. Akibatnya guru-guru tidak merasa puas dan cenderung bersikap
acuh-tak acuh dan menantang. Itulah sebabnya kesuksesan mudah lenyap sebab
semangat pelaksana-pelaksananya mudah memudar.[4]
Menyadari
kelemahan supervisi tradisional tersebut, maka supervise modern meletakan
kunci penggeraknya pada organisasi personaliannya yaitu para pelaksana yang
dikatakan sebagai variable perantara, walaupun diakui bahwa variable ini
juga di pengaruhi dan ditentukan oleh variable awal. Variable yang
terdiri dari sikap, kepuasan bekerja, komitmen, kesetiaan dan sebagainya
merupakan dasar dedikasi seorang guru dalam melaksanakan tugasnya di sekolah.
Menyadari hal ini, yang pertama-tama ditangani oleh supervisor modern adalah
organisasi personalia sekolah yaitu orang-orang yang melaksanakan pendidikan
itu.
Dengan cara
ini mungkin kesuksesan pendidikan tidak segera akan nampak tetapi secara
berangsur-angsur dalam jangka panjang sangat mungkin akan tercapai. Lagi
pula kesuksesan seperti itu akan lama bertahan bahkan cara ini dapat di pandang
sebagai strategi untuk melestarikan kesuksesan pendidikan.
C. Perkembangan
Supervisi pada masa yang akan datang
Ada beberapa
ramalan tentang bagaimana kemungkinan supervisi pada masa yang akan datang.
Yang bisa di kemukakan dua macam yang satu meninjau supervisi dari sudut
professional guru, sedang lain meninjau dari sudut politik negara. Atau
yang satu melihat kecenderungan supervisi terpusat pada pengembangan profesi
pendidik, yang lain melihat kecenderungan itu bertitik pusat pada politik
negara.
Kecenderungan-kecenderungan
supervisi yang baru dan mungkin yang terus berkembang pada masa akan datang
dalam membina para guru disebabkan oleh perkembangan oleh perkembangan
ilmu dan teknologi yang begitu pesat. Perkembangan seperti ini akan
membuat dunia beserta masyarakatnya akan berubah dengan cepat pula.
Untuk
mencapai maksud di atas membutuhkan tipe supervisi yang baru, Supervisi tersebut
lebih mememusatkan dari pada pengembangan profesi dan bakat guru serta
memanfaatkannya untuk kepentingan kemajuan pendidikan dari pada memberi
konsultasi langsung kepada guru-guru, membina agar mereka bisa memimpin diri
sendiri, tidak bergantung kepada pengarahan dari luar, dan percaya kepada
sumber-sumber pendidikan yang diperoleh sendiri. Supervisor juga menanamkan
pengertian program sekolah yang baru kepada guru-guru dalam usaha menyiapkan
para siswa menghadapi kehidupan yang semakin keras.
Kecenderungan-kecenderungan
sekolah pada masa yang akan datang lebih banyak dikontrol oleh negara. Negara
memandang pendidikan merupakan suatu alat yang vital untuk menegakkan serta
memajukan nusa dan bangsa. Hal ini memang penting bila dihubungkan dengan
situasi dunia yang penuh dengan usaha merebut pengaruh era globalisasi.
Pemerintah memandang perlu untuk mengawasi usaha-usaha sekolah agar anggota
masyarakat yang diproduksi mampu mempertahankan kedaulatan negara, berdiri
sendiri, dan tidak hanyut oleh pengaruh negara lain.
Bila
demikian halnya, maka supervisor akan berada diantara sebagian alat Negara dan
dan sebagai professional. Karena itu disarankan peranan supervisor sebagai
berikut:
1.
Sebagai perantara dalam menyampaikan
minat para siswa, orang tua dan program sekolah kepada pemerintah dan
badan-badan lain.
2.
Memonitor penggunaan dan hasil-hasil
sumber belajar.
3.
Merencanakan program untuk populasi
pendidikan yang baru.
4.
Mengembagkan program yang baru untuk
jabatan baru yang mungkin muncul
5.
Mengkombinasikan program yang di
ajukan pemerintah.
6.
Memilih inovasi yang konsisten
dengan masa yang akan datang.
Ramalan yang sifatnya menjangkau terlalu jauh kepada
masa yang akan datang seringkali tidak tepat. Pengajaran dengan mesin yang
diramalkan pada tahun 1960-an akan menguasai dunia pendidikan, ternyata hal itu
tidak terjadi sampai sekarang. Oleh sebab itu membuat ramalan dalam bidang
supervisi pendidikan, khususnya di Indonesia, tidak perlu menjangkau terlalu
kedepan. Cukup setiap awal pelita (pembangunan lima tahun) merumuskan model
supervisi yang baru atau diperbaharui berdasarkan pengalaman-pengalaman
yang lampau dan antisipasi satu pelita. Model ini pula dapat di revisi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada abad
ke-18 tugas supervisor hanya sebatas mengontrol sekolah apakah sekolah ia sudah
melaksanakan aturan dan standar itu atau belum. Bila ternyata guru
melakukan kekeliruan, supervisor hanya mengeritik dan menegur saja, tidak
menunjukan bagaimana memperbaiki diri dan kreatif guru juga kurang dihargai.
Pada abad ke-19
tugas para supervisor tidak lagi hanya mengontrol dan mencatat kesalahan guru,
dan tidak lagi bersifat otokrasi, melainkan berangsur-angsur memperhatikan
individualitas guru.
Pada masa
sekarang supervisi lebih berkonsentrasi untuk menciptakan dan mempertahankan
antar hubungan yang memuaskan diantara semua anggota staf. Kondisi seperti ini
merupakan dasar yang paling utama dalam melaksanakan supervisi. Sebab supervisi
merupakan suatu proses yang menyangkut aktivitas-aktivas individu didasari oleh
pengenalan dan hubungan yang akrab.
Kecenderungan
supervisi pada masa yang akan datang dan mungkin yang terus berkembang dalam
membina para guru disebabkan oleh perkembangan ilmu dan teknologi yang
begitu pesat. Perkembangan seperti ini akan membuat dunia beserta
masyarakatnya akan berubah dengan cepat pula.
B.
Kritik
dan saran
Alhamdulillah puji syukur kami hanturkan kehadirat Allah SWT, yang
telah memberikan kesehatan kepada kami sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah ini, saya menyadari makalah ini banyak kesalahan dan kekurangan hal ini
disebabkan karena keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang saya miliki,
oleh karena itu saya mengharap kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
seluruh pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Dan akhirnya penulis berdo’a
semoga makalah ini bermanfaat bagi saya dan pembaca umumnya, amin.
DAFTAR
PUSTAKA
Tim Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam. 2003. Pedoman
Pengembangan Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: Departemen
Agama RI.
Sahartian, Piet
A. 2008. Konsep Dasar dan Teknik
Supervisi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Purwanto, M.
Ngalim. 2008. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2004. Dasar-Dasar Supervisi.
Jakarta: Rineka Cipta.
[1]Tim Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Pedoman
Pengembangan Administrasi dan Supervisi Pendidikan, ( Jakarta : Departemen
Agama RI, 2003), hlm. 30-31
[2] Piet A
Sahartian, Konsep Dasar dan Teknik
Supervisi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2008), Hlm. 16
[3] M. Ngalim
Purwanto, Administrasi dan Supervisi
Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta,2008), Hlm. 77
Tidak ada komentar:
Posting Komentar