Selasa, 02 Februari 2016

MAKALAH HUKUM PIDANA



                                                     BAB I                                    
PENDAHULUAN 

A.    Latar Belakang
Dalam sistem suatu hukum negara, hukum pidana menempati posisi yang sangat penting, termasuk negara Indonesia. Dan yang sangat penting juga adalah mengenal tentang apa itu perbuatan pidana beserta unsur-unsur yang membentuk suatu perbuatan sehingga dikatakan perbuatan pidana. Oleh karena itulah kami sebagai pemakalah akan membahas tentang perbuatan pidana tersebut.
B.     Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas kami mengambil kesimpulan yang telah kami rumuskan dalam beberapa rumusan masalah :
1.      Istilah dan pengertian perbuatan pidana ;
2.      Unsur-unsur perbuatan pidana ; dan,
3.      Jenis-jenis perbuatan pidana.












BAB II
PERBUATAN PIDANA
A.  ISTILAH DAN PENGERTIAN
1.      Perbuatan pidana yaitu perbuatan yang oleh hukum pidana dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang, juga disebut sebagai delik.[1]
Menurut wujud dan sifatnya perbuatan pidana adalah perbuatan melawan hukum, meskipun tidak semua perbuatan melawan hokum merupakan tindak pidana. Suatu contoh perbuatan melawan hukum yang tidak disebut tindak pidana adalah tindakan kecurangan perdata yang tidak dilaporkan oleh pihak yang berkepentingan ke dalam jalur hukum.
Di dalam perundang-undangan, dipakai istilah perbuatan pidana (di dalam UU Darurat no. 1 tahun 1951), peristiwa pidana (di dalam konstitusi RIS maupun UUDS 1950) dan disebut tindak pidana (di dalam UU pemberantasan korupsi dan lainnya, yang sering juga disebut delik).[2]
Menurut Prof. Dr. Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya asas-asas hukum pidana di Indonesia memberikan definisi “tindak pidana” (Belanda=strafbaar feit, yang sebenarnya  merupakan istilah resmi dalam Strafwetboek atau KUHP yang berlaku di Indonesia) , tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenai hukum pidana dan pelaku ini dapat dikatakan “subjek” tindak pidana.[3]
Di dalam bahasa Belanda dipakai dua istilah, yang kadang-kadang disebut strafbaar feit dan kadang disebut delict. Utrecht menganjurkan pemakaian istilah peristiwa pidana,[4] karena istilah “peristiwa” meliputi suatu perbuatan positif (handelen) dan negative / pengabaian (verzuin / nalaten).
Moeljatno menolak istilah peristiwa pidana karena menurutnya peristiwa adalah pengertian yang konkrit yang hanya menunjuk kepada suatu kejadian yang tertentu saja, seperti matinya seseorang. Dan hukum pidana tidak melarrang orang mati tetapi melarang adanya perbuatan mematikan orang lain.[5]
A.Z. Abidin mengusulkan pemakaian istilah “perbuatan kriminal” karena perbuatan pidana yang dipakai oleh Moeljatno juga kurang tepat sebab antara kata benda perbuatan dan pidana tidak ada hubungan yang logis. Sarjana hukum biasanya memakai kata delict. Sedangkan Van Hamel mengusulkan memakai istilah strafwaardig feit (patut dipidana), sama seperti yang diusulkan oleh Van der Hoeven bahwa menurutnya yang patut dipidana adalah pelakunya bukan feitnya.[6]
Van Hamel merumuskan strafbaar feit adalah kelakuan orang (menselijke gedraging)  yang dirumuskan di dalam WET yang bersifat melawan hukum, yang patut di pidana (strafwardig) dan dilakukan dengan kesalahan.[7]
2.      Mengenai penentuan perbuatan apa yang dipandang sebagai perbuatan pidana, memiliki asas bahwa tiap-tiap perbuatan pidana adalah harus ditentukan sebagai pidana oleh aturan undang-undang. Asas ini disebut asas legalitas.[8] Pengertian perbuatan pidana ini adalah pengertian yang dipakai KUHP kita.
Pengertian perbuatan pidana tidaklah diikuti oleh hukum adat. Menurut system hukum adat tidak dipisahkan antara pelanggaran hukum yang bereaksi pada hukum pidana dan pelanggaran hukum yang dapat digugat di lapangan hukum perdata. Jadi menurut hukum adat perbuatan pidana adalah segala aspek melawan hukum baik hukum pidana maupun perdata. Selain itu menurut hukum pidana, suatu delik lahir dengan diundangkannya larangan tersebut dalam lembaran negara, sedangkan dalam hukum adat suatu delik lahir bersamaan dengan lahirnya tiap tiap peraturan meskipun tidak tertulis.
Dari penjelasan di atas, ada beberapa istilah yang memuat tentang perbuatan pidana dalam literal terhadap terjemahan strafbaar feit:
a)      Tindak pidana, berupa istilah resmi dalam perundang-undangan pidana kita dan hampir seluruh peraturan perundang-undangan kita  menggunakan istilah ini.
b)      Peristiwa pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum misalnya Utrecht
c)      Delik berasal dari bahasa latin “delictum” digunakan untuk menggambarkan apa yang dimaksud dengan strafbaar feit. Istilah ini dipakai oleh umumnya sarjana hukum.
d)     Di dalam bahasa Belanda dipakai dua istilah, yang kadang-kadang disebut strafbaar feit dan kadang disebut delict
e)      Perbuatan kriminal seperti yang diungkapkan oleh A.Z. Abidin.
f)       Perbuatan Pidana, digunakan oleh Moeljatno dalam beberapa tulisan beliau.
g)      Kelakuan orang yang dirumuskan di dalam WET sebagaimana yang dikatakn oleh Van Hamel.
B.  UNSUR UNSUR PERBUATAN PIDANA
Pada hakikatnya setiap perbuatan pidana harus terdiri dari unsur-unsur lahiriah oleh perbuatan yang mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan karenanya. Sebuah perbuatan tidak bisa begitu saja dikatakan perbuatan pidana. Oleh karena itu, harus diketahui apa saja unsur atau ciri dari perbuatan pidana itu sendiri.
Ada begitu banyak rumusan terkait unsur-unsur dari perbutan pidana. Tetapi dapat dirangkum menjadi dua cakupan umum. Yaitunya unsur-unsur yang disepakati oleh sarjana dan unsur-unsur yang tidak disepakati oleh sarjana hukum.
1.      Unsur Unsur Perbuatan Pidana Yang Disepakati Oleh Para Sarjana
Setiap sarjana memiliki perbedaan dan kesamaan dalam rumusannya. Tetapi meskipun begitu dapat disimpulkan sekian banyak rumusan menjadi empat rumusan unsur-unsur perbuatan pidana. Unsur-unsur itu adalah:
a)      Sikap atau prilaku manusia[9] (handeling)
Adanya perbuatan manusia adalah unsur yang utama dari perbuatan pidana, sebab merupakan suatu kepastian bahwa hanya perbuatan manusialah yang dapat dijatuhi hukuman pidana. 
b)      Memenuhi rumusan undang-undang
c)      Melawan hukum
Salah satu unsur dari tindak pidana yang penting adalah unsur sifat melawan hukum. Dalam kepustakaan hukum pidana sifat melawan hukum ini ada dua yaitu melawan hukum formil dan sifat melawan hukum materil. Menurut ajaran sifat melawan hukum yang formil suatu perbutan itu bersifat melawan hukum apabila perbuatan diancam pidana dan dirumuskan sebagai suatu delik dalam undang-undang, sedang sifat melawan hukumnya perbuatan itu dapat dihapus hanya berdasarkan suatu ketentuan udang-undang.
Menurut ajaran sifat melawan hukum materil,[10] suatu perbutan itu melawan hukum atau tidak, tidak hanya terdapat dalam undangan-undang saja akan tetapi harus dilihat berlakunya asas-asas hukum yang tidak tertulis. 
Dalam RUU KUHP 1997/1998 secara tegas menganut ajaran sifat melawan hukum materil, hal ini sebagai konsekwensi dari perluasan asas legalitas yang menegaskan batas-batas tindak pidana tidak hanya secara tegas dirumuskan dalam undang-undang tetapi juga meliputi perbuatan-perbuatan yang menurut hukum yang hidup dipandang sebagai delik. Hal ini terlihat dalam pasal 17 RUU KUHP yang menyatakan perbuatan yang dituduhkan harus merupakan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh suatu perbuatan perundang-udangan dan perbuatan tersebut harus juga bertentangn dengan hukum.
Utrecht mengemukakan diterimanya ajaran sifat melawan hukum materil adalah suatu keharuskan gunanya untuk melunakan sedikit sempit berlakunya pasal 1 ayat 1 KUHP, selanjutnya utrecht menyatakan ajaran sifat melawan hukum materil harus diterima dalam arti negatif.
Sifat melawan hukum dalam fungsi yang negatif mengandung arti bahwa dalam hal memperkecualikan suatu perbuatan yang meskipun masuk dalam perumusan undang-undang tindak lantas diartikan suatu perbuatan pidana, sedangkan dalam fungsi yang positif  dimaksudkan apabila suatu perbuatan yang dilakukan tidak dilarang oleh undang-undang, tetapi oleh masyarakat dianggab keliru atau salah, maka dengan berstandar pada azaz legalitas pasal 1 (1) KUHP maka mungkin si pembuat di kenai pidana.
Berikut beberapa unsur dalam sifat melawan hukumnya suatu perbuatan:
1)      Unsur kesalahan
Melawan hukum dan kesalahan adalah dua anasir tindak pidana saling berhubungan apabila perbuatan yang bersangkutan tidak melawan hukum maka menurut  hukum pidana, perbuatan tersebut tidak dapat dipertanggung jawabkan, tidak mungkin ada kesalahan tanpa melawan hukum .
2)      Kemampuan bertanggung jawab
KUHP tidak memberikan jawaban atau penafsiran secara eksiplit. Seseorang dikatakan mampu bertanggung jawab jika jiwanya sehat. Deskriptif karena keadaan jiwa itu digambarkan menurut apa adanya oleh psychiater dan normatif karena hakimlah yang menilai berdasarkan hasil pemeriksan.
3)      Kesengajaan
Menurut crimil wetboek  tahun 1809 makna sengaja itu dimaksud membuat sesuatu atau membuat sesuatu yang dilarang atau diperintahkan oleh hukum. Menurut memorie van toelichting sengaja itu sama dengan “willen en wetten” (dikehendaki dan diketahui)
Dalam mengemukan sifat sengaja ada dua teori 
a.       Teori kehendak.Van heppel mengemukankan sengaja adalah kehendak membuat suatu tindakan dan kehendak menimbulkjan suatu akibat
b.      Teori membayangkan. Frank mengemukakan adalah sengaja apabila suatu akaibat dibayangkan sebagai maksud dan oleh sebab itu tindakan yang bersangkutan sesuai dengan bayangan terlebih dulu telah disirat tersebut.
Dalam kepustakaan hukum pidana dibedakan anatara tiga macam :
                                i.            Sengaja sebagai maksud (opzet all ogmerk) adalah apabila pembuat menghendaki akibat perbuatannya
                              ii.            Sengaja dilakukan dengan keinsfan/kesadran kepastian
                            iii.            sengaja dengan sadar kemungkinan.
d)     Pelaku dapat dipidana (cakap hukum)
2.      Unsur Unsur Perbuatan Pidana yang Tidak Disepakati Oleh Para Sarjana[11]
a)      Schuld (kesalahan)
Dengan berdasarkan asas tersebut, maka seorang dinilai berbuat kesalahan ketika melanggar hukum. Sedangkan secara mendasar dalam kesalahan ada dua pembagian, yaitu Pertama, opzet (kesengajaan) dan kedua, Culpa (kurang berhati-hati atau kelalaian).
Cansil Christine membagi kesalahan kedalam empat kategori. Pertama, Doluis(kesengajaan) yang sama artinya dengan opzet. Kedua, Culpa (alpa, lalai). Ketiga, dolus generalis (kesengajaan tak tentu). Keempat, Aberratio Ictus (salah kena). Berikut akan kami paparkan satu persatu secara singkat.
·         Dolus  memiliki arti yang sama dengan opzet yaitu kesengajaan. Perlu diketahui bahwa kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak merumuskan apa yang dimaksud dengan kesengajaan. Kesengajaan merupakan suatu niat atau i’tikad diwarnai sifat melawan hukum, kemudian dimanifestasikan dalam sikap tindak.
·         Culpa berarti ketidak sengajaan yang bermakna kesalahan pada umumnya. Maka seorang hakim tidak bisa mengukur ketidak sengajaan atau kelalaian berdasar pada dirinya sendiri, melainkan melihat bagaimana hal umumnya pada masyarakat.
·         Dolus generalis. Hal yang mebedakan antara dolus generalis dan dolus atau opzet ialah dari tujuannya. Bila dolus dan opzet memiliki satu tujuan yang pasti, maka dolus generalis tak memiliki tujuan yang pasti. Contohnya dengan seseorang yang meracuni pusat air minum dengan maksud agar semua orang yang meminum air tersebut akan terbunuh. Tidak melihat siapa yang terbunuh.
·         Aberratio Ictus makna katanya salah kena, berarti akibat tidak sesuai dengan tujuan. Contoh sederhana seseorang yang akan menembak burung meleset dan mengenai manusia.
b)      Hal ihwal atau keadaan yang menyertai perbuatan
Van hamel membagi hal ihwal ini menjadi dua.[12] Pertama: mengenai diri orang yang melakukan perbuatan. Dicontohkan dengan pasal 413 KUHP mengenai kejahatan jabatan, “Seorang komandan Angkatan Bersenjata yang menolak atau sengaia mengabaikan untuk menggunakan kekuntan di bawah perintahnya, ketika diminta oleh penguasa sipil yang berwenang menurut undang-undang, diancam dengan pidana penjara lama empat tahun”.
Kedua, mengenai di luar diri si pelaku. Seperti pasal 160 KUHP terkait penghasutan, “Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diherikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun utau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
C.  JENIS JENIS PERBUATAN PIDANA
Di bawah ini akan disebut berbagai pembagian jenis delik :
1.      Kejahatan dan Pelanggaran
Pembagian delik atas kejahatan dan pelanggaran ini disebut oleh undang-undang. Tetapi ilmu pengetahuan mencari secara intensif ukuran (kriterium) untuk membedakan kedua jenis delik itu. Ada dua pendapat :
a.       Ada yang mengatakan bahwa antara kedua jenis delik itu ada perbedaan yang bersifat kwalitatif. Dengan ukuran ini lalu didapati 2 jenis delik[13], ialah :
1)      Rechtdelicten yaitu perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu diancam pidana dalam suatu undang-undang atau tidak. Maksudnya yaitu tindakan yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat  bertentangan dengan keadilan, contohnya: pembunuhan, pencurian. Delik-delik semacam ini disebut “kejahatan” (mala perse).
2)      Wetsdelicten yaitu perbuatan yang oleh umum baru disadari sebagai tindak pidana karena undang-undang menyebutnya sebagai delik. Jadi perbuatan itu disebut pidana karena ada undang-undang mengancamnya dengan pidana. Misal : memarkir mobil di sebelah kanan jalan (mala quia prohibita). Delik-delik semacam ini disebut “pelanggaran”.
b.      Ada yang mengatakan bahwa antara kedua jenis delik itu ada perbedaan yang bersifat kwantitatif. Pendirian ini hanya meletakkan kriterium pada perbedaan yang dilihat dari segi kriminologi, yaitu “pelanggaran” itu lebih ringan dari pada “kejahatan”.
Mengenai pembagian delik dalam kejahatan dan pelanggaran itu terdapat suara-suara yang menentang. Seminar Hukum Nasional 1963 berpendapat, bahwa penggolongan-penggolongan dalam dua macam delik itu harus ditiadakan.[14]
2.      Delik formil dan delik materiil (delik dengan perumusan secara formil dan delik dengan perumusan secara materil).[15]
Delik formil itu adalah delik yang perumusannya dititik beratkan kepada perbuatan yang dilarang. Delik tersebut telah selesai dengan dilakukannya perbuatan seperti tercantum dalam rumusan delik.    Misal : penghasutan (pasal 160 KUHP), di muka umum menyatakan perasaan kebencian, permusuhan atau penghinaan kepada salah satu atau lebih golongan rakyat di Indonesia (pasal 156 KUHP); penyuapan (pasal 209, 210 KUHP); sumpah palsu (pasal 242 KUHP); pemalsuan surat (pasal 263 KUHP); pencurian (pasal 362 KUHP).
Delik materiil adalah delik yang perumusannya dititik beratkan kepada akibat yang tidak dikehendaki  (dilarang). Delik ini baru selesai apabila akibat yang tidak dikehendaki itu telah terjadi. Kalau belum maka paling banyak hanya ada percobaan. Misal : pembakaran (pasal 187 KUHP), penipuan (pasal 378 KUHP), pembunuhan (pasal 338 KUHP). Batas antara delik formil dan materiil tidak tajam misalnya pasal 362. 
3.      Delik commisionis, delik ommisionis dan delik commisionis per ommisionen commissa
a.       Delik commisionis : delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan, yaitu berbuat sesuatu yang dilarang, pencurian, penggelapan, penipuan.
b.      Delik ommisionis : delik yang berupa pelanggaran terhadap perintah, yaitu tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan / yang diharuskan. Contohnya: tidak menghadap sebagai saksi di muka pengadilan (pasal 522 KUHP), tidak menolong orang yang memerlukan pertolongan (pasal 531 KUHP).
c.      Delik commisionis per ommisionen commissa : delik yang berupa pelanggaran larangan (dus delik commissionis), akan tetapi dapat dilakukan dengan cara tidak berbuat. Contohnya: seorang ibu yang membunuh anaknya dengan tidak memberi air susu (pasal 338, 340 KUHP), seorang penjaga wissel yang menyebabkan kecelakaan kereta api dengan sengaja tidak memindahkan wissel (pasal 194 KUHP).
4.      Delik dolus (kesengajaan) dan delik culpa (ketidak sengajaan) atau (doleuse en culpose delicten).
a.       Delik dolus (disebut juga opzettelijke delicten) yaitu delik yang memuat unsur kesengajaan. Maksudnya delik-delik tersebut oleh undang-undang diisyaratkan dilakukan dengan sengaja.
b.      Delik culpa : delik yang memuat kealpaan sebagai salah satu unsur. Maksudnya delik-delik tersebut cukup terjadi dengan ketidak sengajaan agar pelakunya dapat dihukum.
5.      Delik tunggal dan delik berangkai (enkelvoudige en samenge-stelde delicten) atau dalam istilah lain zelfstandige en voortgezette delicten.
a.       Delik tunggal aatau delik yang berdiri sendiri : delik yang cukup dilakukan dengan perbuatan satu kali.
b.      Delik berangkai : delik yang baru merupakan delik, apabila dilakukan beberapa kali perbuatan.
6.      Delik delik selesai dan berlangsung terus (aflopende en voordurende delicten) dalam istilah lain enkevoudege en samengestelde delicten.
a.       Delik selesai yaitu delik yang pelakunya telah dapat dihukum dengan satu kali saja melakukan tindakan yang dilarang.
b.      Delik yang berlangsung terus yaitu delik yang mempunyai ciri bahwa keadaan terlarang itu berlangsung terus atau berulang kali melakukannya. Contohnya  merampas kemerdekaan seseorang (pasal 333 KUHP).                                                          
7.      Delik aduan dan delik laporan (klachtdelicten en niet klacht delicten)
Delik aduan : delik yang penuntutannya hanya dilakukan apabila ada pengaduan dari pihak yang terkena (gelaedeerde partij) misal : penghinaan (pasal 310 dst. jo 319 KUHP) perzinahan (pasal 284 KUHP), chantage (pemerasan dengan ancaman pencemaran, ps. 335 ayat 1 sub 2 KUHP jo. ayat 2). Delik aduan dibedakan menurut sifatnya, sebagai :
a.       Delik aduan yang absolut, yaitu delik-delik ini menurut sifatnya hanya dapat dituntut berdasarkan pengaduan. Delik ini cukup apabila pengadu menyebutkan peristiwanya saja.
b.      Delik aduan yang relative yaitu dimana pengaduan hanyalah suatu syarat untuk dapat menuntut pelakunya. Pada delik ini apabila terjadi hubungan khusus antar pengadu dengan yang diadukan, contohnya pidana antara suami istri seperti pencurian harta suami. Pada delik ini juga harus disebutkan orang yang dia duga telah melakukan pidana.
Perlu dibedakan antara aduan, gugatan dan laporan. Gugatan dipakai dalam acara perdata, misal : A menggugat B di muka pengadilan, karena B tidak membayar hutangnya kepada A. Sedangkan laporan hanya pemberitahuan belaka tentang adanya sesuatu tindak pidana kepada Polisi atau Jaksa.
8.      Delicten communia en delicten propria.
Delicten communia yaitu tindakan delik yang dapat dilakukan oleh semua orang. Sedangkan delicten propria adalah tindakan delik yang hanya dapat dilakukan oleh orang-orang tertentu, contohnya delik oleh pegawai negri, atau anggota militer.
9.      Delik sederhana dan delik yang ada pemberatannya / peringannya (eenvoudige dan gequalificeerde / geprevisilierde delicten).
a.       Delik sederhana yaitu delik dalam bentuk-bentuk pokok seperti yang dirumuskan oleh pembentuk undang-undang. Contohnya pembunuhan menurut undang-undang dipenjara selama-lamanya 15 tahun.
b.      Delik yang ada pemberatannya adalah delik dalam bentuk pokok, yang di dalamnya terdapat keadaan yang memberatkan. Contohnya pembunuhan terencana yang ancamannya diperberat dengan ancaman seumur hidup.
c.       Delik yang ada peringanannya adalah delik dalam bentuk pokok yang di dalamnya terdapat keadaan yang meringankannya. Contohnya pembunuhan bayi yang baru dilahirkan oleh ibunya sendiri karena takut diketahui telah melahirkan seorag anak, dengan ancaman pidana selama-lamanya 7 tahun penjara.





BAB III
KESIMPULAN
Ada beberapa istilah yang memuat tentang perbuatan pidana dalam literal terhadap terjemahan strafbaar feit:
a)      Tindak pidana, berupa istilah resmi dalam perundang-undangan pidana kita dan hampir seluruh peraturan perundang-undangan kita  menggunakan istilah ini.
b)      Peristiwa pidana, digunakan oleh beberapa ahli hukum misalnya Utrecht
c)      Delik berasal dari bahasa latin “delictum” digunakan untuk menggambarkan apa yang dimaksud dengan strafbaar feit. Istilah ini dipakai oleh umumnya sarjana hukum.
d)     Di dalam bahasa Belanda dipakai dua istilah, yang kadang-kadang disebut strafbaar feit dan kadang disebut delict
e)      Perbuatan kriminal seperti yang diungkapkan oleh A.Z. Abidin.
f)       Perbuatan Pidana, digunakan oleh Moeljatno dalam beberapa tulisan beliau.
g)      Kelakuan orang yang dirumuskan di dalam WET sebagaimana yang dikatakn oleh Van Hamel.
Unsur-unsur delik yaitu :
a)      Merupakan perbuatan manusia ;
b)      Memenuhi rumusan undang-undang ;
c)      Bersifat melawan hukum ; dan,
d)     Pelaku merupakan orang cakap hukum.
Dan jenis jenis delik yaitunya :
1)      Kejahatan dan Pelanggaran
2)      Delik formil dan delik materiil (delik dengan perumusan secara formil dan delik dengan perumusan secara materil).
3)      Delik commisionis, delik ommisionis dan delik commisionis per ommisionen commissa
4)      Delik dolus (kesengajaan) dan delik culpa (ketidak sengajaan) atau (doleuse en culpose delicten).
5)      Delik tunggal dan delik berangkai (enkelvoudige en samenge-stelde delicten) atau dalam istilah lain zelfstandige en voortgezette delicten.
6)      Delik delik selesai dan berlangsung terus (aflopende en voordurende delicten) dalam istilah lain enkevoudege en samengestelde delicten.
7)      Delik aduan dan delik laporan (klachtdelicten en niet klacht delicten)
8)      Delicten communia en delicten propria.
9)      Delik sederhana dan delik yang ada pemberatannya / peringannya (eenvoudige dan gequalificeerde / geprevisilierde delicten).



[1] Roeslan Saleh. Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana. (Jakarata: Aksara Baru). Hal,13
[2] Pipin Syarifin. Hukum Pidana di Indonesia. (Bandung: Pustaka Setia). Hal, 51
[3] http://miftah-lan.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-unsur-unsur-tindak.html jam 20:30 5 september 2014
[4] Pipin Syarifin. Hukum Pidana di Indonesia. (Bandung: Pustaka Setia). Hal, 51
[5] Andi Hamzah. Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta). Hal, 86
[6] Ibid. hal,87
[7] Edi Setiadi. Perkembangan Hukum Pidana Di Indonesia. (Bandung 2013). Hal,60
[8] Roeslan Saleh. Perbuatan Pidana Dan Pertanggung Jawaban Pidana. (Jakarata: Aksara Baru). Hal,14
[9] Pipin Syarifin. Hukum Pidana di Indonesia. (Bandung: Pustaka Setia). Hal,55. Juga disebutkan di dalam buku Hukum Pidana yang ditulis oleh Schaffmeister, N.Keijzer dan E.PH.Sutorius (Bandung: PT Citra Aditya Bakti). Hal,26. Selain
itu di dalam situs net http://miftah-lan.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-unsur-unsur-tindak.html dan http://jpuarifsuhartono.blogspot.com/2012/06/pengertian-unsur-unsur-jenis-dan-subyek.html juga menyebut hal yang sama
tetapi dengan istilah perbuatan manusia.
[10] Edi Setiadi. Perkembangan Hukum Pidana Di Indonesia. (Bandung 2013). Hal,64
[11] http://miftah-lan.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-unsur-unsur-tindak.html
jam 20:30 5 september 2014
[12]http://miftah-lan.blogspot.com/2012/03/pengertian-dan-unsur-unsur-tindak.html
jam 20:30 5 september 2014
[13] P.A.F. Lamintang. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti). Hal,210
[14]http://jpuarifsuhartono.blogspot.com/2012/06/pengertian-unsur-unsur-jenis-dan-subyek.html
jam 20:40 tgl 5 september 2014
[15] P.A.F. Lamintang. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti). Hal,212

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Sands Casino | Entertainment, Spa & Entertainment
› › Entertainment › › Entertainment The Sands is located 메리트카지노 on the Las Vegas Strip near the Venetian Las Vegas and Casino. septcasino · Located adjacent to the febcasino Bellagio Las Vegas Casino. · Located adjacent to