BAB I
A. Latar
Belakang Masalah
Hak Asasi
Manusia (HAM) adalah hak yang dimiliki individu / manusia dari lahir dan kehadirannya dalam
kehidupan masyarakat. Sedang tujuan
HAM diantaranya adalah menyamakan hak-hak manusia di depan hukum, melindungi harkat dan martabat manusia, melindungi kebebasan manusia dalam beragama,
berfikir, memiliki harta benda, berusaha dan memilih pekerjaan, memilih tempat
tinggal, serta mewujudkan persamaan dan
keadilan manusia
Istilah hak asasi manusia baru muncul setelah Revolusi
Perancis, dimana para tokoh borjuis berkoalisi dengan tokoh-tokoh gereja untuk
merampas hak-hak rakyat yang telah mereka miliki sejak lahir. Akibat dari
penindasan panjang yang dialami masyarakat Eropa dari kedua kaum ini, muncullah
perlawanan rakyat dan yang akhirnya berhasil memaksa para raja mengakui aturan
tentang hak asasi manusia.
Diantaranya adalah pengumuman hak asasi manusia dari
Raja John kepada rakyat Inggris tahun 1216. Di Amerika pengumuman dilakukan
tahun 1773. Hak asasi ini lalu diadopsi oleh tokoh-tokoh Revolusi Perancis
dalam bentuk yang lebih jelas dan luas, serta dideklarasikan pada 26 Agustus 1789.
Kemudian deklarasi Internasional mengenai hak-hak asasi manusia dikeluarkan
pada Desember 1948.
Akan tetapi sebenarnya bagi masyarakat muslim, belum
pernah mengalami penindasan yang dialami Eropa, dimana sistem
perundang-undangan Islam telah menjamin hak-hak asasi bagi semua orang sesuai
dengan aturan umum yang diberikan oleh Allah kepada seluruh umat manusia. Apa yang
disebut dengan hak asasi manusia dalam aturan buatan manusia adalah keharusan (dharurat)
yang mana masyarakat tidak dapat hidup tanpa dengannya. Para ulama muslim
mendefinisikan masalah-masalah dalam kitab Fiqh yang disebut sebagai Ad-Dharurat
Al-Khams, dimana ditetapkan bahwa tujuan akhir syari’ah Islam adalah
menjaga akal, agama, jiwa, kehormatan dan harta benda manusia.
Nabi saw telah
menegaskan hak-hak ini dalam suatu pertemuan besar internasional, yaitu pada
haji wada’. Dari Abu Umamah bin Tsa’labah, nabi saw bersabda: "Barangsiapa
merampas hak seorang muslim, maka dia telah berhak masuk neraka dan haram masuk
surga." Seorang lelaki bertanya: "Walaupun itu sesuatu yang
kecil, wahai rasulullah ?" Beliau menjawab: "Walaupun hanya
sebatang kayu arak." (HR. Muslim). Islam berbeda dengan sistem lain
dalam hal bahwa hak-hak manusia sebagai hamba Allah tidak boleh diserahkan dan
bergantung kepada penguasa dan undang-undangnya.
1
Tetapi semua
harus mengacu pada hukum Allah. Sampai kepada soal shadaqah tetap dipandang
sebagaimana hal-hal besar lain. Misalnya Allah melarang bershadaqah (berbuat
baik) dengan hal-hal yang buruk. "Dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu nafkahkan dari padanya..." (QS. 2: 267).
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana HAM menurut konsep barat?
2. Bagaimana HAM menurut konsep Islam?
3. Macam HAM dalam Islam?
BAB II
PEMBAHASAN
A) HAM Menurut Konsep Barat
Dalam
istilah modern, yang dimaksud dengan hak adalah wewenang yang diberikan oleh
undang-undang kepada seseorang atas sesuatu tertentu dan nilai tertentu. Dan
dalam wacana modern ini, hak asasi dibagi menjadi dua:
- Hak asasi alamiah manusia sebagai manusia, yaitu menurut kelahirannya, seperti: hak hidup, hak kebebasan pribadi dan hak bekerja.
b. Hak asasi yang diperoleh
manusia sebagai bagian dari masyarakat sebagai anggota keluarga dan sebagai
individu masyarakat, seperti: hak memiliki, hak berumah-tangga, hak mendapat
keamanan, hak mendapat keadilan dan hak persamaan dalam hak.
Terdapat berbagai
klasifikasi yang berbeda mengenai hak asasi manusia menurut pemikiran barat,
diantaranya :
- Pembagian hak menurut hak materiil yang termasuk di dalamnya; hak keamanan, kehormatan dan pemilihan serta tempat tinggal, dan hak moril, yang termasuk di dalamnya: hak beragama, hak sosial dan berserikat.
2. Pembagian hak menjadi
tiga: hak kebebasan kehidupan pribadi, hak kebebasan kehidupan rohani, dan hak
kebebasan membentuk perkumpulan dan perserikatan.
3. Pembagian hak menjadi
dua: kebebasan negatif yang memebentuk ikatan-ikatan terhadap negara untuk
kepentingan warga; kebebasan positif yang meliputi pelayanan negara kepada
warganya.
Dapat dimengerti bahwa pembagian - pembagian ini hanya
melihat dari sisi larangan negara menyentuh hak-hak ini. Sebab hak asasi dalam
pandangan barat tidak dengan sendirinya mengharuskan negara memberi jaminan
keamanan atau pendidikan, dan lain sebagainya. Akan tetapi untuk membendung
pengaruh Sosialisme dan Komunisme, partai-partai politik di Barat mendesak agar
negara ikut campur-tangan dalam memberi jaminan hak-hak asasi seperti untuk
bekerja dan jaminan sosial.
B) HAM Menurut Konsep Islam
Hak asasi dalam Islam berbeda dengan
hak asasi menurut pengertian yang umum dikenal.
3
Sebab seluruh hak merupakan kewajiban
bagi negara maupun individu yang tidak boleh diabaikan. Rasulullah saw pernah
bersabda: "Sesungguhnya darahmu, hartamu dan kehormatanmu
haram atas kamu." (HR. Bukhari dan
Muslim). Maka negara bukan saja menahan diri dari menyentuh hak-hak asasi ini,
melainkan mempunyai kewajiban memberikan dan menjamin hak-hak ini.
Sebagai contoh, negara berkewajiban
menjamin perlindungan sosial bagi setiap individu tanpa ada perbedaan jenis
kelamin, tidak juga perbedaan muslim dan non-muslim. Islam tidak hanya
menjadikan itu kewajiban negara, melainkan negara diperintahkan untuk berperang
demi melindungi hak-hak ini. Dari sinilah kaum muslimin di bawah Abu Bakar
memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat.
Negara juga menjamin tidak ada
pelanggaran terhadap hak-hak ini dari pihak individu. Sebab pemerintah
mempunyai tugas sosial yang apabila tidak dilaksanakan berarti tidak berhak untuk
tetap memerintah. Allah berfirman:
"Yaitu
orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukannya di muka bumi, niscaya mereka
menegakkan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma’ruf dan mencegah
perbuatan munkar. Dan kepada Allah-lah kembali semua urusan." (QS. 22: 4)
Kesimpulan :
·
Sudah dimiliki sejak sejak dalam kandungan
•
Sesuai dengan
nilai universal dan kemanusiaan
•
Tujuannya
terarah pada aspek material dan
spiritual
•
Seimbang
antara HAM, KAM, TAM
•
Beragama
adalah hak yang paling asasi
•
Kewajiban yang
paling asasi adalah melaksanakan ibadah formal
•
Hak dan
kewajiban harus dipertanggungjawabkan besok kepada Allah di hari kiamat
•
Hak dan
kewajiban harus menjunjung
nilai-nilai kemanusia, keadilan dan persamaan derajat di hadapan Allah
C)
Nash Qur’an dan Sunnah tentang HAM
Meskipun dalam
Islam, hak-hak asasi manusia tidak secara khusus memiliki piagam, akan tetapi
Al-Qur’an dan As-Sunnah memusatkan perhatian pada hak-hak yang diabaikan pada
bangsa lain. Nash-nash ini sangat banyak, antara lain:
1)
Dalam al-Qur’an terdapat sekitar empat puluh ayat yang berbicara mengenai
paksaan dan kebencian. Lebih dari sepuluh ayat bicara larangan memaksa, untuk
menjamin kebebasan berfikir, berkeyakinan dan mengutarakan aspirasi. Misalnya:
"Kebenaran itu datangnya dari Rabb-mu, barangsiapa yang ingin beriman
hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin kafir, biarlah ia kafir."
(QS. 18: 29)
2)
Al-Qur’an telah mengetengahkan sikap menentang kedzaliman dan orang-orang
yang berbuat dzalim dalam sekitar tiga ratus dua puluh ayat, dan memerintahkan
berbuat adil dalam lima puluh empat ayat yang diungkapkan dengan kata-kata: ‘adl,
qisth dan qishas.
3)
Al-Qur’an mengajukan sekitar delapan puluh ayat tentang hidup, pemeliharaan
hidup dan penyediaan sarana hidup. Misalnya: "Barangsiapa yang membunuh
seorang manusia, bukan karena orang itu membunuh orang lain, atau bukan karena
membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan ia telah membunuh manusia
seluruhnya." (QS. 5: 32). Juga Qur’an bicara kehormatan dalam sekitar
dua puluh ayat.
4)
Al-Qur’an menjelaskan sekitar seratus lima puluh ayat tentang ciptaan dan
makhluk-makhluk, serta tentang persamaan dalam penciptaan. Misalnya: "...
Orang yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertawa diantara
kamu." (QS. 49: 13)
5)
Pada haji wada’ Rasulullah menegaskan secara gamblang tentang hak-hak asasi
manusia, pada lingkup muslim dan non-muslim, pemimpin dan rakyat, laki-laki dan
wanita. Pada khutbah itu nabi saw juga menolak teori Yahudi mengenai nilai
dasar keturunan.
Manusia di mata Islam semua sama,
walau berbeda keturunan, kekayaan, jabatan atau jenis kelamin. Ketaqwaan-lah
yang membedakan mereka. Rakyat dan penguasa juga memiliki persamaan dalam
Islam. Yang demikian ini hingga sekarang belum dicapai oleh sistem demokrasi
modern. Nabi saw sebagai kepala negara juga adalah manusia biasa, berlaku
terhadapnya apa yang berlaku bagi rakyat. Maka Allah memerintahkan beliau untuk
menyatakan: "Katakanlah bahwa aku hanyalah manusia biasa, hanya saja
aku diberi wahyu, bahwa Tuhanmu adalah Tuhan yang Esa." (QS. 18: 110).
Kesimpulan HAM dalam AlQur’an :
·
Memuliakan
manusia sebagai ciptaan Allah
•
Persamaan
harkat dan martabat
•
Tidak ada
paksaan dalam agama
•
Musyawarah
sebagai jalan menyelesaikan masalah
•
Mempunyai hak
yang sama dalam masyarakat
•
Berhak
menyatakan pendapat baik lesan/tulisan
•
Pemberitahuan
terlebih dahulu sebelum hukum dijatuhkan
•
Melindungi privasi
D)
Macam - Macam
HAM
1. Hak-Hak Alamiah
Hak-hak alamiah manusia telah diberikan kepada seluruh ummat manusia
sebagai makhluk yang diciptakan dari unsur yang sama dan dari sumber yang sama
pula (lihat QS. 4: 1, QS. 3: 195).
a. Hak Hidup
Allah menjamin kehidupan, diantaranya dengan melarang
pembunuhan dan meng-qishas pembunuh (lihat QS. 5: 32, QS. 2: 179). Bahkan hak
mayit pun dijaga oleh Allah. Misalnya hadist nabi: "Apabila
seseorang mengkafani mayat saudaranya, hendaklah ia mengkafani dengan
baik." Atau "Janganlah kamu mencaci-maki orang yang
sudah mati. Sebab mereka telah melewati apa yang mereka kerjakan." (Keduanya
HR. Bukhari).
b.
Hak Kebebasan Beragama dan Kebebasan
Pribadi
Kebebasan pribadi adalah hak paling asasi bagi
manusia, dan kebebasan paling suci adalah kebebasan beragama dan menjalankan
agamanya, selama tidak mengganggu hak-hak orang lain. Firman Allah: "Dan
seandainya Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman orang di muka bumi seluruhnya.
Apakah kamu memaksa manusia supaya mereka menjadi orang beriman semuanya?" (QS.
10: 99).
Untuk menjamin kebebasan kelompok, masyarakat dan
antara negara, Allah memerintahkan memerangi kelompok yang berbuat aniaya
terhadap kelompok lain (QS. 49: 9). Begitu pula hak beribadah kalangan
non-muslim. Khalifah Abu Bakar menasehati Yazid ketika akan memimpin
pasukan: "Kamu akan menemukan kaum yang mempunyai keyakinan bahwa
mereka tenggelam dalam kesendirian beribadah kepada Allah di biara-biara, maka
biarkanlah mereka." Khalid bin Walid melakukan kesepakatan dengan
penduduk Hirah untuk tidak mengganggu tempat peribadahan (gereja dan sinagog)
mereka serta tidak melarang upacara-upacaranya.
Kerukunan hidup beragama bagi golongan minoritas
diatur oleh prinsip umum ayat "Tidak ada paksaan dalam
beragama." (QS. 2: 256). Sedangkan dalam masalah sipil dan
kehidupan pribadi (ahwal syakhsiyah) bagi mereka diatur
syari’at Islam dengan syarat mereka bersedia menerimanya sebagai undang-undang.
Firman Allah: "Apabila mereka (orang Yahudi) datang kepadamu minta
keputusan, berilah putusan antara mereka atau biarkanlah mereka. Jika engkau
biarkan mereka, maka tidak akan mendatangkan mudharat bagimu. Jika engkau
menjatuhkan putusan hukum, hendaklah engkau putuskan dengan adil. Sesungguhnya
Allah mengasihi orang-orang yang adil." (QS. 5: 42). Jika mereka
tidak mengikuti aturan hukum yang berlaku di negara Islam, maka mereka boleh
mengikuti aturan agamanya - selama mereka berpegang pada ajaran yang asli.
Firman Allah: "Dan bagaimana mereka mengangkat kamu sebagai hakim,
sedangkan ada pada mereka Taurat yang di dalamnya ada hukum Allah? Kemudian
mereka tidak mengindahkan keputusanmu. Sesungguhnya mereka bukan orang-orang
yang beriman ." (QS.5: 7).
c.
Hak Bekerja
Islam tidak hanya menempatkan bekerja sebagai hak
tetapi juga kewajiban. Bekerja merupakan kehormatan yang perlu dijamin. Nabi
saw bersabda: "Tidak ada makanan yang lebih baik yang dimakan
seseorang daripada makanan yang dihasilkan dari usaha tangannya sendiri." (HR.
Bukhari). Dan Islam juga menjamin hak pekerja, seperti terlihat dalam
hadist: "Berilah pekerja itu upahnya sebelum kering
keringatnya." (HR. Ibnu Majah).
2. Hak Hidup
Islam
melindungi segala hak yang diperoleh manusia yang disyari’atkan oleh Allah.
Diantara hak-hak ini adalah :
a. Hak Pemilikan
Islam menjamin hak pemilikan yang sah dan mengharamkan
penggunaan cara apapun untuk mendapatkan harta orang lain yang bukan haknya,
sebagaimana firman Allah: "Dan janganlah sebagian kamu memakan
harta sebagian yang lain diantara kamu dengan jalan bathil dan janganlah kamu
bawa urusan harta itu kepada hakim agar kamu dapat memakan sebagian harta benda
orang lain itu dengan jalan berbuat dosa padahal kamu mengetahuinya." (QS.
2: 188). Oleh karena itulah Islam melarang riba dan setiap upaya yang merugikan
hajat manusia. Islam juga melarang penipuan dalam perniagaan. Sabda nabi
saw: "Jual beli itu dengan pilihan selama antara penjual dan
pembeli belum berpisah. Jika keduanya jujur dalam jual-beli, maka mereka
diberkahi. Tetapi jika berdusta dan menipu berkah jual-bei mereka
dihapus." (HR. Al-Khamsah)
Islam juga melarang pencabutan hak milik yang
didapatkan dari usaha yang halal, kecuali untuk kemashlahatan umum dan
mewajibkan pembayaran ganti yang setimpal bagi pemiliknya. Sabda nabi
saw: "Barangsiapa mengambil hak tanah orang lain secara tidak sah,
maka dia dibenamkan ke dalam bumi lapis tujuh pada hari kiamat." Pelanggaran
terhadap hak umum lebih besar dan sanksinya akan lebih berat, karena itu
berarti pelanggaran tehadap masyarakat secara keseluruhan.
b. Hak Berkeluarga
Allah menjadikan perkawinan sebagai sarana mendapatkan
ketentraman. Bahkan Allah memerintahkan para wali mengawinkan orang-orang yang
bujangan di bawah perwaliannya (QS. 24: 32). Aallah menentukan hak dan
kewajiban sesuai dengan fithrah yang telah diberikan pada diri manusia dan sesuai
dengan beban yang dipikul individu.
Pada tingkat negara dan keluarga menjadi kepemimpinan
pada kepala keluarga yaitu kaum laki-laki. Inilah yang dimaksudkan sebagai
kelebihan laki-laki atas wanita (QS. 4: 34). Tetapi dalam hak dan kewajiban
masing-masing memiliki beban yang sama. "Dan para wanita mempunyai
hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf, akan tetapi
para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan dari istrinya." (QS.
2: 228)
c. Hak Keamanan
Dalam Islam, keamanan tercermin dalam jaminan keamanan
mata pencaharian dan jaminan keamanan jiwa serta harta benda. Firman
Allah: "Allah yang telah memberi makanan kepada mereka untuk
menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan." (QS.
Quraisy: 3-4).
Diantara
jenis keamanan adalah dilarangnya memasuki rumah tanpa izin (QS. 24: 27). Jika
warga negara tidak memiliki tempat tinggal, negara berkewajiban menyediakan
baginya. Termasuk keamanan dalam Islam adalah memberi tunjangan kepada fakir
miskin, anak yatim dan yang membutuhkannya. Oleh karena itulah, Umar bin
Khattab menerapkan tunjangan sosial kepada setiap bayi yang lahir dalam Islam
baik miskin ataupun kaya.
Dia
berkata: "Demi Allah yang tidak ada sembahan selain Dia, setiap
orang mempunyai hak dalam harta negara ini, aku beri atau tidak aku beri." (Abu
Yusuf dalam Al-Kharaj). Umar jugalah yang membawa seorang Yahudi tua miskin ke
petugas Baitul-Maal untuk diberikan shadaqah dan dibebaskan dari jizyah.
Bagi para terpidana atau tertuduh mempunyai jaminan
keamanan untuk tidak disiksa atau diperlakukan semena-mena. Peringatan
rasulullah saw: "Sesungguhnya Allah menyiksa orang-orang yang
menyiksa manusia di dunia." (HR. Al-Khamsah). Islam memandang
gugur terhadap keputusan yang diambil dari pengakuan kejahatan yang tidak
dilakukan. Sabda nabi saw:"Sesungguhnya Allah menghapus dari ummatku
kesalahan dan lupa serta perbuatan yang dilakukan paksaan" (HR.
Ibnu Majah).
Diantara jaminan keamanan adalah hak mendpat suaka
politik. Ketika ada warga tertindas yang mencari suaka ke negeri yang masuk
wilayah Darul Islam. Dan masyarakat muslim wajib memberi suaka dan jaminan
keamanan kepada mereka bila mereka meminta. Firman Allah: "Dan
jika seorang dari kaum musyrikin minta perlindungan kepadamu, maka lindungilah
ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ke tempat yang
aman baginya." (QS. 9: 6).
d. Hak Keadilan
Diantara hak setiap orang adalah hak mengikuti aturan
syari’ah dan diberi putusan hukum sesuai dengan syari’ah (QS. 4: 79). Dalam hal
ini juga hak setiap orang untuk membela diri dari tindakan tidak adil yang dia
terima. Firman Allah swt: "Allah tidak menyukai ucapan yang
diucapkan terus-terang kecuali oleh orang yang dianiaya." (QS. 4:
148).
Merupakan hak setiap orang untuk meminta perlindungan
kepada penguasa yang sah yang dapat memberikan perlindungan dan membelanya dari
bahaya atau kesewenang-wenangan. Bagi penguasa muslim wajib menegakkan keadilan
dan memberikan jaminan keamanan yang cukup. Sabda nabi saw: "Pemimpin
itu sebuah tameng, berperang dibaliknya dan berlindung dengannya." (HR.
Bukhari dan Muslim).
Termasuk hak setiap orang untuk mendapatkan pembelaan
dan juga mempunyai kewajiban membela hak orang lain dengan kesadarannya.
Rasulullah saw bersabda: "Maukah kamu aku beri tahu saksi yang
palng baik? Dialah yang memberi kesaksian sebelum diminta kesaksiannya." (HR.
Muslim, Abu Daud, Nasa’i dan Tirmidzi). Tidak dibenarkan mengambil hak orang
lain untuk membela dirinya atas nama apapun. Sebab rasulullah menegaskan: "Sesungguhnya
pihak yang benar memiliki pembelaan." (HR. Al-Khamsah). Seorang
muslim juga berhak menolak aturan yang bertentangan dengan syari’ah, dan secara
kolektif diperintahkan untuk mengambil sikap sebagai solidaritas terhadap
sesama muslim yang mempertahankan hak.
e. Hak Saling Membela dan
Mendukung
Kesempurnaan iman diantaranya ditunjukkan dengan
menyampaikan hak kepada pemiliknya sebaik mungkin, dan saling tolong-menolong
dalam membela hak dan mencegah kedzaliman. Bahkan rasul melarang sikap
mendiamkan sesama muslim, memutus hubungan relasi dan saling berpaling muka.
Sabda
nabi saw: "Hak muslim terhadap muslim ada lima: menjawab salam,
menjenguk yang sakit, mengantar ke kubur, memenuhi undangan dan mendoakan bila
bersin." (HR. Bukhari).
f.
Hak Keadilan dan Persamaan
Allah mengutus rasulullah untuk melakukan perubahan
sosial dengan mendeklarasikan persamaan dan keadilan bagi seluruh umat manusia
(lihat QS. Al-Hadid: 25, Al-A’raf: 157 dan An-Nisa: 5). Manusia seluruhnya sama
di mata hukum. Sabda nabi saw: "Seandainya Fathimah anak Muhammad
mencuri, pasti aku potong tangannya." (HR. Bukhari dan Muslim).
Pada masa rasulullah banyak kisah tentang kesamaan dan
keadilan hukum ini. Misalnya kasus putri bangsawan dari suku Makhzum yang
mencuri lalu dimintai keringanan hukum oleh Usamah bin Zaid, sampai kemudian
rasul menegur dengan: "... Apabila orang yang berkedudukan di
antara kalian melakukan pencurian, dia dibiarkan. Akan tetapi bila orang lemah
yang melakukan pencurian, mereka memberlakukan hukum kriminal..." Juga
kisah raja Jabalah Al-Ghassani masuk Islam dan melakukan penganiayaan saat
haji, Umar tetap memberlakukan hukum meskipun ia seorang raja. Atau kisah Ali
yang mengadukan seorang Yahudi mengenai tameng perangnya, dimana Yahudi
akhirnya memenangkan perkara.
Umar pernah berpesan kepada Abu Musa Al-Asy’ari ketika
mengangkatnya sebagai Qadli: "Perbaikilah manusia di hadapanmu,
dalam majlismu, dan dalam pengadilanmu. Sehingga seseorang yang berkedudukan
tidak mengharap kedzalimanmu dan seorang yang lemah tidak putus asa atas
keadilanmu."
E)
Realisasi
HAM dalam Islam
Islam diturunkan sebagai pembawa rahmat ke
seluruh alam, termasuk kepada kaum perempuan. Nila-nilai fundamental yang
mendasari ajaran Islam seperti perdamaian, pembebasan, dan egalitarianisme (ajaran bahwa manusia yang berderajat sama memiliki
takdir yang sama pula), termasuk persamaam derajat antara lelaki
dan perempuan banyak tercermin dalam ayat-ayat al-Qur’an; kisah-kisah tentang peran penting kaum
perempuan dizaman Nabi Muhammad SAW. Seperti Siti Khodijah, Siti Aisyah, dan
lain-lain telah banyak ditulis. Begitu pula tentang sikap beliau yang
menghormati kaum perempuan dan memperlakukannya sebagai mitra dalam perjuangan.
Namun dalam kenyataan, dewasa ini dijumpai
kesenjangan antara ajaran Islam yang mulia tersebut dengan kenyataannya dalam
kehidupan sehari-hari. Khusus tentang kesederajatan antara lelaki dan
perempuan, masih banyak tantangan dijumpai dalam merealisasikan ajaran ini,
bahkan di tengah masyarakat Islam sekalipun. Kaum perempuan masih tertinggal
dalam banyak hal dari mitra lelaki mereka.
Dengan mengkaji data dan mencermati fakta
yang menyangkut kaum perempuan seperti tingkat pendidikan mereka, derajat
kesehatan, partisipasi mereka dalam pengambilan keputusan, tindak kekerasan
terhadap perempuan, pelecehan seksual dan perkosaan, ekspoitasi terhadap tenaga
kerja perempuan, dan sebagainya. Kita dapat menyimpulkan betapa masih
memprihatinkannya status kaum perempuan.
Al-Qur’an tidak mengajarkan diskriminasi
antara lelaki dan perempuan sebagai manusia. Di hadapan Tuhan, lelaki dan
perempuan mempunyai derajat yang sama. Namun masalahnya terletak pada
implementasi atau operasionalisasi ajaran tersebut. Banyak faktor seperti
lingkungan budaya, dan tradisi yang patriarkat, sistem (termasuk sistem
ekoniomi dan politik) suatu sikap dan perilaku individual yang menentukan
status kaum perempuan dan ketimpangan gender tersebut.
Allah SWT menciptakan alam dan seisinya
beraneka ragam termasuk di dalamnya manusia, lelaki dan perempuan. Di antara
semua makhluk-Nya, manusia diciptakan dalam bentuk yang terbaik (ahsani taqwim) dan dengan
kedudukan yang paling terhormat, sebagaimana diungkapkan dalam Al-Qur’an, Dan telah Kami muliakan anak Adam, … dan Kami
utamakan mereka melebihi sebagian besar dari makhluk yang Kami ciptakan.
(QS. Al-Israa [17]: 70). Ini merupakan perwujudan sifat kemuliaan manusia (al-karamah al-insaniyyah), yang
tercermin pada kenyataan bahwa manusia memiliki akal, perasaan, dan menerima
petunjuk. Dengan kemuliaan ini, manusia disiapkan untuk menjalankan dua misi
sekaligus. Pertama, manusia
adalah hamba (‘abid) yang fungsinya
adalah mengabdi kepada-Nya sebagaimana disebutkan dalam ayat … Dan tiadalah Aku ciptakan manusia dan jin
kecuali untuk menyembah-Ku. Kedua,
manusia adalah wakil atau pelaksana kekuasaan (khalifah) Allah di muka bumi. Untuk fungsi ini manusia
diberi kekuasaan mengelola, mengolah, dan memanfaatkan bumi dan seisinya.
Peran sebagai wakil Allah (khalifah) untuk mengelola dunia
yang dipercayakan kepada manusia, baik lelaki maupun perempuan, membawa
konsekuensi. Pertama, manusia
secara kodrati akan senantiasa berusaha untuk berkembang, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif sehingga dapat memperoleh manfat yang
sebesar-besarnya dari pengelolan mereka terhadap bumi ini. Kedua, ada perbedaan yang
bersifat kodrati antara lelaki dan perempuan karena peran yang berbeda, dan
dengan saling melengkapi anatara lelaki dan perempuan maka terjadi sinergi
untuk memperoleh manfaat yang maksimal. Ketiga,
karena hakikat kemuliaan manusia (al-karamah
al-insaniyyah) dan karena mengemban misi sebagai khalifah di bumi, maka ada
serangkaian hak asasi yang menjadi hak manusia, yang integral dan inheren serta
tidak terpisahkan dari kemanusiaan itu sendiri. Keempat, bagi perempuan, karena mereka mengemban
peran-peran tertentu, maka selain memiliki hak asasi secara umum yang berlaku
bagi lelaki dan perempuan, merka juga memiliki hak-hak khusus yang memungkinkan
terlaksananya peran yang dipercayakan kepadanya.
Tentang penciptaan lelaki dan perempuan itu
sendiri, al-Qur’an mengatakan
bahwa salah satu kebesaran Allah adalah diciptakannya manusia berpasangan,
lelaki dan perempuan.
Dan di antara ayat-ayat-Nya yang menandai
kekuasan-Nya ialah bahwa Dia menciptakan dari jenismu sendiri pasangan
(istri-istri) supaya kalian dapat hidup tenang tentram bersamanya dan
diciptakan-Nya antara kalian (suami-istri) cinta dan kasih sayang. Sungguh yang
demikian itu adalah petunjuk bagi kaum yang menggunakan pikirannnya (QS. Al-Rum [30] 21).
Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada
Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari satu nafs, dan daripadanya Allah
menciptakan istrinya; dan dari keduanya lahir menyebarlah banyak lelaki dan
perempuan (QS.
Al-Nisa [4]: 1).
Dari ayat-ayat tersebut, jelaslah bahwa
lelaki dan perempuan diciptakan dengan maksud agar mereka hidup tenang dan
tenteram, agar saling mencintai dan mengasihi, agar lahir dan menyebar banyak
lelaki dan perempuan, dan agar saling mengenal. Ayat-ayat tesebut
mangindikasikan hubungan yang resipokal atau timbal balik antara lelaki dan
perempuan. Tidak satu pun yang mengindikasikan adanya superioritas suatu jenis
atas jenis lainnya.
Kesenjangan antara ajaran islam dengan
kenyataan memang sangat besar. Karena pandangan syari’at sudah menjadi patokan tunggal semenjak
berabad-abad lamanya. Tidak seperti zaman abad pertama hingga keempat Islam,
ketika syari’at diletakkan
dalam imbangan yang pas dengan tauhid. Sekarang tauhid tidak berfungsi. Tauhid
saja akan susah tanpa syari’at.
Terlalu berat pada syari’at
akibatnya cara penanganan hubungan antar manusia dalam islam sangat normatif,
termasuk masalah kedudukan perempuan. Pendekatannya harus di buat tidak terlalu
berat pada satu sisi.
Upaya mengubah pandangan masyarakat,
khususnya kaum laki-laki terhadap perempuan, ada yang bersifat radikal (revolusioner), ada pula yang
bersifat evolusioner (evolutif).
Perubahan evolutif ditempuh dengan membuat counter
discourses, misalnya dengan melakukan latihan-latihan atau
forum analisis gender dikalangan ibu-ibu atau bapak sebagai penyadaran praktis.
Penyadaran tadi diharapkan akan mendesakkan perubahan pada tatanan institusi
dan pada level kehidupan masyarakat.
Upaya penyadaran ini dimaksudkan untuk
mengubah persepsi yang nanti akan mengarah pada perubahan institusi. Pendekatan
revolusioner dilakukan oleh satu atau dua orang yang sudah sadar, kemudian
memaksa perubahan institusi. Dari situ kemudian diharapkan adanya perubahan
kesadaran secara masif, penyadaran evolutif ditempuh dengan meninjau kembali
ajaran-ajaran yang diskriminatif dan membelenggu perempuan dalam konteks
sejarah, sehingga bisa ditempatkan secara proporsional dan benar. Sebab
sebenarnya ajaran agama membawa misi pembebasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar