PENDAHULUAN
Keberadaan
Undang-Undang No 38 tahun 1999 tentabg pengelolaan zakat memberikan implikasi
yang sangat luas terhadap lembaga pengelola zakat. Pengelolaan zakat secara umum mengoptimalkan
pengelolaan dan pemanfaatannya berdasarkan skala prioritas kebutuhan mustihiq
dan dapat dimanfaatkan untuk usaha-usaha yang produktif. Untuk mewujudkan
optimalisasi pengelolaannya, dan badan amil zakat senantiasa dituntut yang
amanah, profesionalisme transparansi dan akuntabilitasserta kenandirian sebagai
sebuah industri publik menuju masyarakat yang sejahtera berbudaya dan berbangsa.
PEMBAHASAN
Pengertian Zakat
Zakat dari istilah fiqih berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan
Allah untuk diserahkan kepada orang – orang yang berhak. Legitimasi zakat
sebagai kewajiban terdapat beberapa ayat dalam Al quran. Kata zakat dalam
bentuk ma’rifat disebut 30 kali dalam Al qur’an, 27 diantaranya disebutkan
dalam satu ayat bersama shalat dan sisanya disebutkan dalam konteks yang sama
dengan shalat meskipun tidak dalam satu ayat. Diantara ayat tentang zakat yang
populer adalah surat Al Baqarah ayat 110 : “Dan dirikanlah sholat dan
tunaikanlah zakat.”
Zakat merupakan perintah Allah SWT yang diwajibkan kepada orang-orang yang
beriman dan mampu atas harta yang mereka miliki yang tentunya telah mencapai
nishab yang ditentukan syara’ bertujuan semata-mata untuk mensucikan diri dan
harta mereka yang dapat disalurkan ke alokasi-alokasi yang telah ditetapkan
dalam Al-qur’an :
“ Sesungguhnya
zakat-zakat itu hanya untuk orang-orang faqir,orang-orang miskin, amil, para
muallaf yang dibujuk hatinya,orang-orang yang berutang, untuk jalan Allah dan
orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang
diwajibkan Allah; dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.” (At-taubah:
60)
“ Ambillah zakat
dari sebagian harta mereka dengan zakat itu kamu membersihkan dan menyucikan
mereka.” (At-taubah: 103)
Dasar hukum
Dalam sebuah hadits tentang penempatan Muaz di Yaman. Nabi berkata : “ terangkan
kepada mereka bahwa Allah mewajibkan sedekah yang dikenakan pada kekayaan
orang-orang kaya.” Dalam beberapa ayat zakat diungkapkan dengan istilah
sedekah. Sebenarnya sedekah berasal dari kata shidq yang berarti Benar.
Qadhi Abu Bakar bin Arabi mempunyai pendapat yang sangat berharga tentang
mengapa zakat dinamakan sedekah . ia menyebutkan kata sedekah berasal dari kata
shidq, benar dalam hubungan denagn sejalannya perbuatan dan ucapan serta
keyakinan.
Oleh karena itu , rasulullah bersabda , “ sedekah itu bukti “. Hadits ini
bias dikategorikan sebagai sindiran kepada umat islam. Kebanyakan umat Islam
membenarkan Al qur’an dan Al Hadits sebagai dasar hukum yang mengatur perilaku
hidup muslim. Maka sedekah atau zakat merupakan bukti akan adanya pembenaran –
dengan keyakinan – dari umat Islam akan kebenaran Al qur’an dan Al Hadits.
Gerakan kesadaran masyarakat dalam membayar zakat perlu didukung. Dukungan
riil dari pemerintah sangat diperlukan sebagai justifikasi penerapan Undang –
Undang ( UU ) No. 38 tahun 1998 tentang ketentuan pengelolaan zakat. Dalam bab
I pasal 3 disebutkan bahwa : “ Pemerintah berkewajiban memberikan
perlindungan, pembinaan, dan pelayanan kepada Muzakki, Mustahiq, dan amil
zakat. Begitu juga dalam bab III pasal 6 disebutkan : “Pengelolaan zakat
dilakukan oleh Badan Amil Zakat yang dibentuk oleh pemerintah .”
Di Indonesia pengelolaan zakat diatur dalam UU No. 38 tahun 1998 dengan
Keputusan Menteri Agama No. 581 tahun 1998 tentang pelaksanaan UU No. 38 tahun
1999 dan Keputusan Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji
No. D/291 tahun 2000 tentang pedoman Teknis Pengelolaan Zakat.
Zakat diwajibkan pada tahun ke-9 Hijrah, sementara shadaqah fitrah
pada tahun ke-2 Hijrah. Akan tetapi ahli hadits memandang zakat telah
diwajibkan sebelum tahun ke-9 Hijrah ketika Maulana abdul Hasan berkata zakat
diwajibkan setelah hijrah dan dalam kurun waktu lima tahun setelahnya. Sebelum
diwajibkan, zakat bersifat sukarela dan belum ada peraturan khusus atau
ketentuan hukum. Peraturan mengenai pengeluaran zakat di atas muncul pada tahun
ke-9 hijrah ketika dasar islam telah kokoh, wilayah negara berekspansi dengan
cepat dan orang berbondong-bondong masuk Islam. Peraturan yang disusun meliputi
system pengumpulan zakat, barang-barang yang kenai zakat, batas-batas zakat dan
tingkat persentase zakat untuk barang yang berbeda-beda. Para pengumpul zakat
bukanlah pekerjaan yang memerlukan waktu dan para pegawainya tidak diberikan
gaji resmi, tetapi mereka mendapatkan bayaran dari dana zakat.
Pada masa Rasulullah, zakat dikenakan pada hal-hal berikut:
·
Benda logam yang terbuat dan emas seperti koin, perkakas,
ornament atau dalam bentuk lainnya.
·
Benda logam yang terbuat dari perak, seperti koin,
perkakas, ornament atau dalam bentuk lainnya.
·
Binatang ternak unta, sapi, domba, kambing.
·
Berbagai jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan.
·
Hasil pertanian termasuk budak dan hewan.
·
harta benda yang ditinggalkan musuh.
·
Barang temuan.
Zakat dijadikan ukuran fiscal utama dalam rangka memecahkan masalah ekonomi
secara umum. Pengenaan zakat atas harta berarti menjamin penanaman kembali
dalam perdagangan dan perniagaan yang tidak perlu dilakukan dalam pajak
pendapatan. Hal ini juga akan memberi keseimbangan antara perdagangan dan
pengeluaran. Dengan demikian dapat dihindari terjadinya suatu siklus
perdagangan yang membahayakan.
Pemungutan zakat dimasa Rasulullah dan khulafaurrasidin menjadi bukti arti
penting bagi pembangunan Negara. Sehingga tidak ada bagi para ulama yang
meragukan keefektifan zakat dalam meningkatkan kesejahteraan. Dengan demikian,
zakat merupakan usaha yang sangat efektif, efisien dan mempunyai daya guna
untuk meningkat kesejahteraan dan mengurangi tingkat kemiskinan umat islam pada
masa itu.
Dalam Bab II pasal 5 UU No. 38 tahun 1999 tersebut menjelaskan bahwa
pengelolaan zakat bertujuan untuk :
1.
Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan
zakat sesuai dengan tuntunan agama.
2.
Meningkatkan fungsi dan peranan pratana keagamaan dalam
upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.
3.
Meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.
Prinsip-prinsip
Pengelolaan Zakat
Dalam pengelolaan zakat terdapat beberapa prinsip-prinsip yang harus
diikuti dan ditaati agar pengelolaan dapat berhasil sesuai yang diharapkan,
diantaranya :
1.
Prinsip Keterbukaan, artinya dalam pengelolaan zakat hendaknya
dilakukan secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat umum.
2.
Prinsip Sukarela, artinya bahwa dalam pemungutan atau
pengumpulan zakat hendaknya senantiasa berdasarkan pada prisip sukarela dari
umat islam yang menyerahkan harta zakatnya tanpa ada unsure pemaksaan atau
cara-cara yang dianggap sebagai suatu pemaksaan.
3.
Prinsip Keterpaduan, artinya dalam menjalankan tugas dan
fungsinya harus dilakukan secara terpadu diantara komponen-komponen yang
lainnya.
4.
Prinsip Prefesionalisme, artinya dalam pengelolaan zakat
harus dilakukan oleh mereka yang ahli dibidangnya., baik dalam administrasi,
keuangan dan sebaginya.
5.
Prinsip Kemandirian, prinsip ini sebenarnya merupakan
kelanjutan dari prinsip prefesionalisme, maka diharapkan lembaga-lembaga
pengelola zakat dapat mandiri dan mamu melaksanakan tugas dan fungsinya tanpa
perlu mengunggu bantuan dari pihak lain.
Zakat disalurkan menurut ketentuan disalurkan kepada delapan golongan, yaitu:
1.
Fakir
2.
miskin, termasuk didalamnya biaya penyantunan orang-orang miskin di
lembaga-lembaga sosial, panti-panti asuhan dan lembaga modal bagi fakir miskin
agar mereka dapat berusaha secara produktif.
3.
Kelompok amil (petugas zakat), termasuk
biaya-biaya administrasi dan personel badan atau organisasi amil itu serta
aktivitas yang dilakukannya untuk meningkatkan kesadaran berzakat di
masyarakat.
4.
Kelompok muallaf (orang yang baru masuk
islam). Selain itu, diadakan dana untuk membantu penyatunan dan pembinaan
orang-orang yang baru masuk Islam disediakan juga dana untuk membiayai lembaga
dakwah agama.
5.
Memerdekakan budak belian, ditambah
pengertian lain yakni dana untuk membebaskan petani, pedagang, dan nelayan
kecil dari hisapan lintah darat, penijon dan rentenir.
6.
Kelompok gharimin atau kelompok yang
berutang. Orang atau lembaga Islam yang jatuh pailit atau mempunyai
tanggungan utang sebagai pelaksanaan kegiatan yang baik dan sah menurut hukum.
7.
Fisabilillah, termasuk segala keperluan peribadatan, pendidikan,
dakwah, penelitian, penerbitan buku-buku, majalah ilmiah.
8.
Ibnu Sabil, orang yang terputus bekal perjalanan, termasuk segala
usaha guna membantu biaya perjalanan seseorang yang kehabisan biaya, beasiswa,
dan biaya-biaya ilmiah.
Perkembangan
Pengelolaan Zakat dibeberapa Negara Muslim
Di beberapa Negara Muslim telah banyak mengembangkan tentang pengelolaan
zakat, supaya dana zakat lebih bermanfaat dan berguna untuk semua masyarakat.
Untuk itu, + yang berlangsung di Jeddah membahas tentang zakat saham.
Saham yang dianggap sebagai bagian prosentetif dari modal usaha, dirasa perlu
untuk dikeluarkan zakatnya oleh para pemegang saham.
Pada Muktamar yang pertama, telah menetapkan bahwa zakat saham itu diikat
berdasarkan posisi saham sebagai milik satu orang tertentu dengan prinsip
penyatuan modal yang disebutkan dalam As Sunnah. Sebagian ulama mengqiyaskan
tentang penyatuan zakat saham dengan zakat binatang ternak yang dikelola secara
kolektif dan hal ini berlaku untuk semua jenis harta.
Sedangkan pada muktamar yang kedua, telah menelorkan pendapat yang sama
pada mayoritas ulama. Mereka tidak mengacu pada prinsip penyatuan modal, tapi
melihat masing-masing modal investasi secara terpisah. Dalam
perusahaan-perusahaandimana beberapa orang ikut andil untuk menanamkan
investasi tidaklah dilihat secara kolektif dari seluruh modal dan keuntungan
usaha. Maka harus dilihat modal masing-masing investor dengan keuntungan yang
terpisah.
Setelah meneliti berbagai kajian yang sampai ke lembaga yang berkaitan dengan
zakat perusahaan, pada akhirnya memutuskan :
pertama : zakat
wajib dikeluarkan dari saham-saham para pemegangnya. Zakat itu dapat
dikeluarkan oleh perusahaan untuk kepentingan mereka, kalau sudah ditetapkan
pada peraturan dasar perusahaan atau ada SK dari pihak perusahaan sendiri atau
sudah menjadi undang-undang Negara. Maka pada saat itu perusahaan harus
mengurus pengeluaran zakatnya.
Kedua : pihak
perusahaan mengeluarkan zakat dari saham –saham yang ada seperti seorang
mengeluarkan zakat dari harta pribadinya. Dalam artian perusahaan menganggap
semua modal saham para investor seprti modal sendiri. Maka zakat itu
dikeluarkan berdasarkan keberadaan itu sebagi harta yang wajib dikeluarkan
zakatnya, berdasarkan nishabnya dan jumlah yang harus dikeluarkan serta
berbagai hal lain yang dijadikan syarat dalam zakat pribadi pada umumnya.
Kontribusi Zakat bagi Perekonomian Umat
Mengapa zakat dapat memberi nilai tambah? Hal ini dapat dikomparasikan
dengan ilmu dan hukum ekonomi yang disebut dengan nilai tambah (Added value).
Teori tersebut menyatakan meningkatnya daya beli konsumen terutama golongan
ekonomi lemah, pasti meningkatkan pula kegiatan ekonomi dan perdagangan yang
juga dapat meningkatkan bagi pihak produsen. Maka dengan pemerataan distribusi
harta yang berupa zakat yang diterima golongan ekonomi lemah, yang selanjutnya
digunakan dalam proses produksi dan aktivitas ekonomi lainnya.
Demikian pula keadaan orang yang mengeluarkan zakat, yang secara ekonomi
harta zakat itu akan berputar secara simbiosis antara orang kaya dengan orang
miskin, dengan hal itu dapat meningkatkan income dan laju pertumbuhan ekonomi
khususnya (gol. Ekonomi lemah) dan perekonomian suatu negara umumnya. Zakat
dapat memberi efek positif dari berbagai pihak (multiplier effect) yang akan
menumbuh suburkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara adil dan merata.
Tujuan dari zakat bagi kepentingan masyarakat :
·
Menggalang jiwa dan semangat saling menunjang solidaritas
sosial di kalangan masyarakat
·
Menangulangi biaya yang timbul akibat berbagai bencana
·
Menutup biaya-biaya yang timbul akibat konflik.
·
Menyediakan sesuatu dana taktis dan khusus.
Jika kita tinjau dari aspek Perekonomian, bahwa tidak ada unsur-unsur zakat
yang menjadikan masyarakat melarat. Bahkan kalau kita telusuri lebih dalam
lagi, bahwa zakat mempunyai peran penting dalam menciptakan masyarakat yang
makmur dan mengurangi tingkat kemiskinan.
Sebenarnya zakat dari sector non-produktif menghasilkan dana zakat yang
lebih besar dari pada sector produktif. Dengan besarnya zakat di sector
non-produktif diharapkan dapat mendorong masyarakat untuk mengalihkan dananya
ke sector produktif. Dengan mengalihkan dana ke sektor produktif, maka input
produksi akan meningkat ditandai dengan meningkatnya permintaan atas sejumlah
factor produksi, seperti meningkatnya jumlah tenaga kerja.
Disamping dapat mempengaruhi aspek ekonomi, zakat juga dapat mempengaruhi
sector pemberdayaan sumber daya manusia. Zakat memberikan kontribusi yang tak
kalah besarnya dengan pajak. Dengan adanya zakat mental para mustahik
diharapkan dapat biasa menjadi seorang yang lebih maju dan tidak bergantung
pada belas kasih orang lain. Berikut efek dari dana zakat :
1.
Bersifat Pemberdayaan Ekonomi
2.
Kondisi akomodatif untuk maju dan berkembang
3.
Mustahik punya potensi, skill, wirausaha
4.
Bersifat Pemberdayaan SDM
5.
Kondisi akomodatif untuk maju dan berkembang
6.
Mustahik punya potensi: cerdas dan atau bakat ketrampilan
Prospek kendala dan
Strategi pengelolaan Zakat
Saat ini peran lembaga pengelola zakat sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, meskipun masih banyak kendala-kendala. Diantaranya :
·
Masih banyak masyarakat yang memahami bahwa zakat bukan
merupakan suatu kewajiban dan pelaksanaanya dapat dipaksakan.
·
Zakat kadang kala masih disamakan dengan pajak sehingga
dijadikan legitimasi masyarakat untuk tidak mengeluarkan zakatnya.
·
Di Indonesia sudah banyak lembaga zakat, namun terasa
lembaga ini kurang efektif untuk mengakomodasi sumber-sumber zakat.
·
Keberadaan UU zakat belum sepenuhnya diimplementasikan.
Hal ini disebabkan struktur birokrasi pemerintahan yang kurabf akomodatif
terhadap keberadaan system islam dalam membangun system ekonomi Negara.
Adapun untuk menutupi kekurangan tersebut, maka kita perlu strategi yang
tepat supaya zakat dapat terkumpul dan tersalurkan dengan mudah dan tepat,
diantaranya :
- Zakat perlu disosialisasikan bukan hanya diwilayah keagamaan saja,
tetapi zakat perlu disampaikan ditempat-tempat umum.
- Adanya peningkatan tentang pemahaman tentang zakat yang
sebenarnya.sebab kurangnya pemahaman masyarakat tentang zakat, maka tidak
hanya melalui pendekatan agama saja, tapi juga dengan pendekatan ekonomi,
sosial, budaya dan politik.
- Perlunya peningkatan koordinasi antar lembaga-lembaga zakat, sebab
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga zakat dapat diawali dari keadaan
seperti ini.
- Keberadaan UU tentang zakat memberikan banyak peluang untuk mendirikan
atau membuka lembaga zakat sebanyak-banyaknya. Setidaknya UU ini menjadi
legitimasi bagi umat Islam dalam mengembangkan lembaga zakat.
Perbedaan Zakat
Dengan Pajak
Antara zakat dan
pajak terdapat beberapa perbedaan. Perbedaan-perbedaan tersebut adalah:
|
ZAKAT
|
PAJAK
|
|
|
Obyek zakat tidaklah sama dengan obyek pajak. Yang merupakan obyek zakat
adalah harta kekayaan yang dimiliki seorang muslim yang sudah sampai pada
nisabnya. Maka dia wajib untuk mengeluarkan sebagian dari harta tersebut dan
memberikannya kepada orang-orang miskin atau mereka yang berhak menerimanya
sesuai dengan syari’at.
Sedangkan yang menjadi obyek pajak adalah sesuai pasal 4 ayat 1 UU Pajak
Penghasilan tahun 2000 yang berbunyi : “ setiap tambahan kemampuan ekonomis
yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia
maupun diluar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah
kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun.
Hikmah
Zakat
Dari berbagai hikmah zakat yang ada, beberapa hikmah zakat dapat
dikemukakan sebagai berikut:
1.
Menghindari kesenjangan sosial antara aghniya dan dhu’afa.
2.
Pilar amal jama’I antara aghniya dengan para mujahid dan
da’I yang berjuang dan berda’wah dalam rangka meninggikan kalimat Allah SWT .
3.
Membersihkan dan mengikis akhlak yang buruk.
4.
Alat pembersih harta dan panjagaan dari ketamakan orang
jahat.
5.
Ungkapan rasa syukur atas nikmat yang Allah berikan.
6.
Untuk pengembangan potensi umat.
7.
Dukungan moral kepada orang yang baru masuk islam.
8.
Menambah pendapatan Negara untuk proyek-proyek yang
berguna bagi umat.
9.
Menolong, membantu, membina dan membangun kaum dhu’afa
yang lemah papa dengan materi sekadar untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya.
10. Memberantas penyakit iri hati, rasa benci dan dengki dari diri orang-orang
miskin yang tak memiliki apa-apa dan tidak ada uluran tangan kepada mereka,
sementara disekitarnya orang-orang kaya berkehidupan cukup, apalagi mewah.
11. Menjadi unsur penting dalam mewujudkan keseimbangan distribusi harta (social
distribution), dan keseimbangan tanggung jawab individu dalam masyarakat.
12. Dapat menunjang terwujudnya system kemasyarakatan islam yang yang berdiri
atas prinsip-prinsip: ummatan wahidan (umat yang satu), musawah
(persamaan derajat, hak, dan kewajiban), ukhuwah islamiyah (persaudaran
islam), dan takaful ijli’ma (tanggung jawab bersama).
13. Dapat mensucikan diri (pribadi) dari kotoran dosa, memurnikan jiwa
(menumbuhkan akhlaq mulia menjadi murah hati, peka terhadap rasa kemanusiaan)
dan mengikis sifat bakhil serta serakah.
14. Zakat adalah ibadah amaliyah yang mempunyai dimensi dan fungsi sosial
ekonomi atau pemerataan karunia Allah dan juga merupakan perwujudan solidaritas
sosial, pernyataan rasa kemanusiaan dan keadilan, pembuktian persaudaraan Islam
dan pengikat persatuan umat dan bangsa.
15. Mewujudkan tatanan masyarakat yang sejahtera dimana hubungan seseorang
dengan yang lainnya menjadi rukun, damai, dan harmonis yang akhirnya dapat
menciptakan situasi yang tentram, aman lahir dan batin.
Karekteristik
lembaga pengelola zakat
Lembaga
pengelola zakat juga memiliki karekteristik seperti organisasi nirlaba lainnya
yaitu
·
Sumber daya (baik dana
maupun barang) berasal dari para donatur dan tidak mengharapkan keutungan
kembali secara materi dari organisasi pengelola zakat
·
Menghasilkan berbagai
jasa dalam bentuk pelayanan kepada masyarakat
·
Kepemilikan organisasi
pengelola zakat tidak seperti lazimnya organisasi bisnis
Hal yang membedakan
organisasi zakat dengan organisasi nirlaba lainnya adalah:
a)
Terikat dengan aturan
dan prinsip-prinsip syariah islam
b)
Sumber dana utama
adalah dana zakat, infak, shafaqah dan wakap
c)
Biasnya memiliki Dewan
Syariah dalam struktur organisasinya
Jenis jasa yang
dihimpun oleh lembaga pengelola zakat:
1.
Dana zakat
2.
Dana shadaqah/ infak
3.
Dana wakaf
4.
Dana pengelola adalah
dana amil yang digunakan untuk membiyai operasional lembaga
REFERENSI
Heri Sudarsono. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, EKONISIA,
Yogyakarta : Januari, 2003. Edisi Pertama. Cetakan Pertama.
Prof. Dr. Abdullah al Mushlih dan Prof. Dr. Shalah ash Shawi. Fikih
Ekonomi Keuangan Islam, Darul Haq, Jakarta : Maret, 2004. Cetakan I.
Drs. H.M. Djamal Doa. Membangun Ekonomi Umat Melalui Pengelolaan
Zakat Harta, Nuansa Madani, Jakarta : Juli, 2001. Cetakan I.
Prof. H. A. Djahuli dan Drs. Yadi Janwari M.Ag. Lembaga – Lembaga
Perekonomian Umat, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta : September, 2002.
Cetakan I.
KH. Abdullah Zaky Al Kaaf. Ekonomi dalam Perspektif Islam, CV.
Pustaka Ceria, Bandung : Maret, 2002. Cetakan Pertama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar