BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dilhirkan dengan berbagai macam potensi yang dapat dikembangkan
untuk mencapai kebahagiaan hidupnya. Namun, kenyataan menunjukkan bahwa tidak
Sekolah tidak hanya berfungsi memberikan pengetahuan dalam hal
belajar-mengajar di kelas, tetapi juga dapat mengembangkan keseluruhan
kepribadian anak. Oleh karena itu, guru harus mengetahui lebih dari sekedar
masalah bagaimana mengajar yang efektif, ia harus membantu murid dalam
mengembangkan seluruh aspek keprbadian dan lingkungannya. Untuk melakukan hal
tersebut seorang guru harus memiliki wawasan dan pemahaman tentang layanan
bimbingan dan konseling di sekolah.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah
prinsip-prinsip bimbingan dan konseling?
2. Bagaimanakah
asas-asas bimbingan dan konseling?
3. Bagaimana
orientasi layanan bimbingan dan konseling?
4. Bagamana
Kode Etik Bimbingan dan Konseling?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Untuk
mengetahui prinsip-prinsip bimbingan dan konseling.
2. Untuk
mengetahui asas-asas bimbingan dan konseling.
3. Untuk
mengetahui orientasi layanan bimbingan dan konseling.
4. Untuk
mengetahui Kode Etik Bimbingan dan Konseling.
D.
Manfaat
Penulisan
1. Dapat
mengetahui prinsip-prinsip bimbingan dan konseling.
2. Dapat
mengetahui asas-asas bimbingan dan konseling.
3. Dapat
mengetahui orientasi layanan bimbingan dan konseling.
4. Dapat
mengetahui Kode Etik Bimbingan dan
Konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Prinsip-Prinsip Bimbingan dan Konseling
Prinsip yang
berasal dari asal kata ” PRINSIPRA” yang artinya permulan dengan sautu cara
tertentu melhirkan hal-hal lain, yang keberadaanya tergantung dari pemula itu,
prisip ini merupakam hasil perpaduan antara kajian teoriitik dan teori lapangan
yang terarah yang digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan yanh dimaksudkan.
(Hallen, 2002: 63).
Prinsip
bimbingan dan Konseling memnguraikan tentang pokok-pokok dasar pemikiran yang
dijadikan pedoman program pelaksanaan atau aturan main yanh harus di ikuti
dalam pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan dapat juga dijadikan sebagai
seperangkat landassan praktis atau aturan main yang harus diikuti dalam
pelaksanaan program pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Prayitno
mengatakan: ”Bahwa prinsip merupaka hasil kajian teoritik dan telaah lapangan
yanh digunakan sebgai pedoman pelaksanaan sesuatu yang dimaksudkan” jadi dari
pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa prinsi-prinsip bimbingan dan konseling
merupakan pemaduan hasil-hasil teori dan praktek yang dirumuskan dan dijadikan
pedoman sekaligus dasar bagi peyelengaran pelayanan.
Dalam
pelayanan bimbuingasn dan konseling prisip yang digunakan bersumber dari kajian
filosofis hasil dari penelitian dan pengalama praktis tentang hakikat manusia,
perkembangan dan kehidupan manusia dalam konteks sosial budayanya, pegertian,
tujuan, fungsi, dan proseses, penyelenggaraan bimbingan dan konseling.
Ada beberapa
prinsip pelaksanaan bimbingan dan konseling diantaranya:
a. Bimbingan
adalah suatu proses membantu individu agar mereka dapat membantu dirinya
sendiri dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
b. Hendaknya bimbingan bertitik
tolak (berfokus) pada individu yang dibimbing.
c. Bimbingan
diarahkan pada individu dan tiap individu memiliki karakteristik tersendiri.
d. Masalah yang dapat diselesaikan
oleh tim pembimbing di lingkungan lembaga hendaknya diserahkan kepada ahli atau
lembaga yang berwenang menyelesaikannya.
e. Bimbingan
dimulai dengan identifikasi kebutuhan yang dirasakan oleh individu yang akan
dibimbing.
f. Bimbingan
harus luwes dan fleksibel sesuai dengan kebutuhan individu dan masyarakat.
g. Program bimbingan di lingkungan
lembaga pendidikan tertentu harus sesuai dengan program pendidikan pada lembaga
yang bersangkutan.
h. Hendaknya pelaksanaan program
bimbingan dikelola oleh orang yang memiliki keahlian dalam bidang bimbingan,
dapat bekerja sama dan menggunakan sumber-sumber yang relevan yang berada di
dalam ataupun di luar lembaga penyelenggara pendidikan.
i. Hendaknya
melaksanakan program bimbingan di evaluasi untuk mengetahui hasil dan pelaksanaan
program (Nurihsan, 2006 : 9)
Rumusan
prinsip-prinsip bimbingan dan konseling pada umumnya ialah berkenaan dengan
sasaran pelayanan, masalah klien, tujuan dan proses penanganan masalah, program
pelayanan, penyelenggaraan pelayanan. Diantara prinsip-prinsip tersebut adalah:
1.
Prinsip-prinsip berkenaan dengan sasaran pelayanan
Sasaran
pelayanan bimbingan dan konseling adalah individu-individu baik secara
perorangan aupun kelompok yang menjadi sasaran pelayanan pada umumnya adalah
perkembangan dan perikehidupan individu, namun secara lebih nyata dan langsung
adalah sikap dan tingkah lakunya yang dipengaruhi oleh aspek-aspek kepribadian
dan kondisi sendiri, serta kondisi lingkungannya, sikap dan tingkah laku dalam
perkembangan dan kehidupannya itu mendorong dirumuskannya prinsip-prinsip
bimbingan dan konseling sebagai berikut:
a. BK melayani semua individu tanpa
memandang umur, jenis kelamin, suku, agama dan status sosial ekonomi.
b. BK berurusan dengan pribadi dan tingkah laku
individu yang unik dan dinamis.
c. BK memperhatikan sepenuhnya
tahap-tahap dan berbagai apek perkembangan individu.
d. BK memberikan perhatian utama kepada perbedaan
individual yang menjadi orientasi pokok pelayanannya.
2.
Prinsip-prinsip berkenaan dengan masalah individu
Berbagai
faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kehidupan individu tidaklah selalu positif, namun
faktor-faktor negatif pasti ada yang berpengaruh dan dapat menimbulkan
hambatan-hambatan terhadap kelangsungan perkembangan dan kehidupan individu
yang berupa masalah. Pelayanan BK hanya mampu menangani masalah klien secara
terbatas yang berkenaan dengan:
a. BK berurusan dengan hal-hal yang
menyangkut pengaruh kondisi mental atau fisik individu terhadap penyesuaian
dirinya dirumah, disekolah serta dalam kaitannya dengan kontak sosial dan
pekerjaan, dan sebaliknya pengaruh lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik
individu.
b. Kesenjangan sosial, ekonomi dan kebudayaan
merupakan faktor timbulnya masalah pada invidu yang kesemuanya menjadi
perhatian utama pelayanan BK.
3. Prinsip-prinsip berkenaan dengan
program pelayanan
Adapun
prinsip-prinsip yang berkenaan dengan pelayanan layanan BK itu adalah sebgaai
berikut:
a.
BK merupakan bagian integrasi dari proses pendidikan dan pengembangan,
oleh karena itu BK harus diselaraskan dan dipadukan dengan program pendidikan
serta pengembangan peserta didik.
b.
Program BK harus fleksibel disesuaikan dengan kebutuhan individu,
masyarakat dan kondisi lembaga.
c.
Program bimbingan dan konseling disusun secara berkelanjutan dari
jenjang pendidikan terendah sampai tertinggi.
4. Prinsip-prinsip berkenaan dengan
pelaksanaan pelayanan
Pelaksanaan
pelayanan BK baik yang bersifat insidental maupun terprogram, dimulai dengan
pemahaman tentang tujuan layanan, dan tujuan ini akan diwujudkan melalui proses
tertentu yang dilaksanakan oleh tenaga ahli dalam bidangnya, yaitu konselor
profesional.
Prinsip-prinsip
yang berkenaan dengan hal tersebut adalah:
a.
BK harus diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu
membimbing diri sendiri dalm menghadapi permasalahannya.
b.
Dalam proses BK keputusan yang diambil dan akan dilakukan oleh individu
hendaknya atas kemauan individu itu sendiri bukan karena kemauan atau desakan
dari pihak lain.
c. Permasalahan
individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan
permasalahan yang dihadapi.
d. Kerja sama antara guru
pembimbing, guru-guru lain dan orang tua anak amat menentukan hasil pelayanan
bimbingan.
e. Pengembangan
program pelayanan BK ditempuh melalui pemanfaatan yang maksimal dari hasil
pengukuran dan penilaian terhadap individu yang terlibat dalam proses pelayanan
dan program bimbingan dan konseling itu sendiri (Hallen, 2002).
5. Prinsip-prinsip bimbingan dan
konseling disekolah dalam lapangan operasional bimbingan dan konseling.
Sekolah
merupakan lembaga yang wajah dan sosoknya sangat jelas. Di sekolah pelayanan
bimbingan dan konseling diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dengan amat baik
mengingat sekolah merupakan lahan yang secara potensial sangat subur, sekolah
memiliki kondisi dasar yang justru menuntut adanya pelayanan ini pada kadar
yang tinggi. Pelayanan BK secara resmi memang ada disekolah, tetapi keberadaannya
belum seperti dikehendaki.
B. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling
Dalam kamus besar bahasa Indonesia asas
berarti “Dasar”. Tetapi asas dalam
pengertian disini adalah bukan dasar tetapi “Rukun”.
Jadi asas bimbingan dan konseling berarti “Rukun yang harus dipegang teguh dan dikuasai oleh seorang guru
pembimbing atau konselor dalam menjalankan pelayanan atau kegiatan bimbingan
dan konseling”. (hasil diskusi kelas : 25-03-2012). Setiap kegiatan kadang-kadang ada asas yang dijadikan pegangan
dalam melaksanakan kegiatan tersebut. Demikian pula dalam layanan/ kegiatan
bimbingan dan konseling, ada asas yang dijadikan pegangan dalam menjalankan
kegiatan itu. Menurut Prayitno ada dua belas asas yang harus menjadi dasar
pertimbangan dalam kegiatan pelayanan bimbingan dan koseling. Asas-asas
bimbingan dan konseling itu adalah: Asas
kerahasiaan, Asas Kesukarelaan, Asas Keterbukaan, Asas kekinian, Asas
Kemandirian, Asas Kegiatan, Asas Kedinamisan, Asas Keterpaduan, Asas
Kenormatifan, Asas Keahlian, Asas Alih Tangan, Asas Tut Wuri Handayani.
(Dra. Hallen A., M.Pd., Bimbingan &
Konseling : 2005 hal. 62-69).
1.
Asas
Kerahasiaan
Sebagaimana telah diketahui bahwa dalam
kegiatan bimbingan dan koseling, kadang-kadang konseli harus menyampaikan
hal-hal yang sangat pribadi/ rahasia kepada konselor. Oleh karena itu konselor
harus menjaga kerahasiaan data yang diperolehnya dari konselinya. Sebagai
konselor berkewajiban untuk menjaga rahasia data tersebut, baik data yang
diperoleh dari hasil wawancara atau konseling, karena hubungan menolong dalam
bimbingan dan konseling hanya dapat berlangsung dengan baik jika data atau
informasi yang dipercayakan kepada konselor atau guru pembimbing dapat dijamin
kerahasiaannya. Asas ini bisa dikatakan sebagai “Asas Kunci” dalam kegiatan pelayanan bimbingan dan konseling,
karena dengan adanya asas kerahasiaan ini dapat menimbulkan rasa aman dalam
diri konseli.
Berdasarkan apa yang dikemukakan di
atas, maka apa yang terjadi saat pelayanan bimbingan dan konseling yang
dilakukan oleh konselor dan konseli baik itu isi pembicaraan atau pun sikap
konseli, kerahasiaanya perlu dihargai dan dijaga dengan baik. Demikian pula
catatan-catatan yang dibuat sewaktu atau pun sesudah wawancara atau konseling
perlu disimpan dengan baik dan kerahasiaanya dijaga dengan cermat oleh
konselor.
2. Asas Kesukarelaan
Telah dikemukakan bahwa bimbingan
merupakan proses membantu individu. Perkataan membantu disini mengandung arti
bahwa bimbingan bukan merupakan suatu paksaan, akan tetapi merupakan suatu
binaan. Oleh karena itu dalam kegiatan bimbingan dan konseling diperlukan
adanya kerjasama yang demokratis antara konselor/ guru pembimbing dengan
konselinya. Kerjasama akan terjalin bilamana konseli dapat dengan suka rela
menceritakan serta menjelaskan masalah yang dialaminya kepada konselor.
3. Asas Keterbukaan
Asas keterbukaan merupakan asas yang
sangat penting bagi konselor/ guru pembimbing, karena hubungan tatap muka
antara konselor dan konseli merupakan pertemuan bathin tanpa tedeng
aling-aling. Dengan adanya keterbukaan ini dapat ditumbuhkan kecenderungan pada
konseli untuk membuka dirinya, untuk membuka kedok hidupnya yang menjadi.
penghalang bagi perkembangan psikisnya.
Konselor yang sukses adalah konselor yang bisa memudahkan konseli untuk membuka
dirinya dan berusaha memahami lebih jauh tentang dirinya sendiri. Truax dan
Carkhuff menyimpulkan bahwa “ada hubungan
yang erat antara keterbukaan konselor dan kemampuan klien membuka diri (self
exploration).” [1]
Asas ini menghendaki agar konseli
bersifat terbuka dan tidak berpura-pura dalam memberikan keterangan maupun
informasi. Dalam hal ini konselor/ guru pembimbing berkewajiban mengembangkan
keterbukaan konseli. Agar konseli dapat terbuka, guru pembimbing terlebih
dahulu harus bersikap terbuka dan tidak berpura-pura. Hal demikian akan
mendorong konseli mengekspresikan pengalaman pribadinya.
4. Asas Kekinian
Pada umumnya pelayanan bimbingan dan
konseling bertitik tolak dari masalah yang dirasakan konseli saat kini atau
sekarang, namun pada dasarnya pelayanan bimbingan dan konseling itu sendiri
menjangkau dimensi waktu yang lebih luas, yaitu masa lalu, sekarang, dan masa
yang akan datang. Permasalahan yang dihadapi oleh konseli sering bersumber dari
rasa penyesalannya terhadap apa yang terjadi pada masa lalu, dan kekhawatiran
dalam menghadapi apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang, sehingga ia
lupa dengan apa yang harus dan dapat dikerjakannya pada saat ini.
Sesuai apa yang terkemukan di atas,
maka diharapkan konselor dapat mengarahkan konseli untuk memecahkan masalah
yang sedang dihadapinya sekarang.
5. Asas Kemandirian
Salah satu tujuan pemberian layanan
bimbingan dan konseling adalah agar konselor berusaha menghidupkan kemandirian
di dalam diri konseli. Ciri-ciri kemandirian tersebut yaitu mengenal dan
menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan
serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan
segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi
berkembangnya kemandirian konseli. Agar dapat tumbuh sikap kemandirian
tersebut, maka konselor harus memberikan respon yang cermat terhadap konseli
atas keluhan-keluhan yang diungkapkan.
6. Asas Kegiatan
Dalam
proses pelayanan bimbingan dan konseling kadang-kadang konselor memberikan
beberapa tugas dan kegiatan pada konslinya. Dalam hal ini konseli harus mampu
melaksanakan sendiri kegiatan-kegiatan tersebut dalam rangka mencapai tujuan
bimbingan dan konseling yang telah ditetapkan. Asas ini menghendaki agar konseli
bisa berpartisipasi secara aktif atas kegiatan yang diselenggarakan oleh
konselor. Di pihak lain konselor harus berusaha/ mendorong agar konseli mampu
melaksanakan kegiatan yang telah ditetapkan tersebut.
7. Asas Kedinamisan
Keberhasilan
usaha pelayanan bimbingan dan konseling ditandai dengan terjadinya perubahan
sikap dan tingkah laku konseli ke arah yang lebih baik. Untuk mewujudkan
terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku itu membutuhkan proses dan waktu
tertentu sesuai dengan kedalaman dan kerumitan masalah yang dihadapi konseli.
Isi layanan bimbingan dan konseling dari asas ini adalah selalu bergerak maju,
tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap
perkembangannya dari waktu ke waktu. Konselor dan pihak-pihak lain diminta untuk memberikan kerjasama
sepenuhnya agar pelayanan bimbingan dan konseling yang diberikan dapat dengan
cepat menimbulkan perubahan dalam sikap dan tingkah laku konseli.
8. Asas Keterpaduan
Pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki
terjalin keterpaduan berbagai aspek dari individu yang dibimbing. Untuk itu
konselor perlu bekerja sama dengan orang-orang yang diharapkan dapat membantu
penanggulangan masalah yang dihadapi konseli. Dalam hal ini peranan guru, orang
tua, dan siswa-siswa yang lain sering kali sangat menentukan. Konselor harus
pandai menjalin kerja sama yang saling mengerti dan saling membantu demi
terbantunya konseli yang mengalami masalah.
9. Asas Kenormatifan
Pelayanan bimbingan dan konseling yang
dilakukan hendaknya tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di dalam
masyarakat dan lingkungannya. Dalam kegiatan bimbingan dan konseling, konselor
tentu akan menyertakan norma-norma yang dianutnya ke dalam hubungan konseling,
baik secara langsung atau tidak langsung. Tetapi harus diingat bahwa konselor
tidak boleh memaksakan nilai atau norma yang dianutnya itu kepada konselinya.
Seluruh layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling ini adalah didasarkan pada
norma-norma yang berlaku yaitu norma agama, hukum, peraturan, adat istiadat,
ilmu pengetahuan, dan kebiasaan-kebiasaan yang berlaku. Bahkan lebih jauh lagi,
layanan/ kegiatan bimbingan dan konseling ini harus dapat meningkatkan
kemampuan siswa/ konseli dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan norma-norma
tersebut.
10. Asas Keahlian
Untuk menjamin keberhasilan usaha
bimbingan dan konseling, para petugas harus mendapatkan pendidikan dan latihan
yang memadai. Pengetahuan, keterampilan, sikap dan kepribadian yang ditampilkan
oleh konselor/ guru pembimbing akan menunjang hasil konseling. Pendek kata
bahwa para pelaksana layanan bimbingan dan konseling ini harus benar-benar ahli
dibidang bimbingan dan konseling, atau dalam istilah lain adalah profesional.
11. Asas Alih Tangan
Bimbingan dan konseling merupakan
kegiatan profesional yang menangani masalah-masalah yang cukup pelik. Berhubung
hakekat masalah yang dihadapi konseli adalah unik (kedalamannya, keluasannya,
dan kedinamisannya), disamping pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh
konselor adalah terbatas, maka ada kemungkinan suatu masalah belum dapat
diatasi setelah proses konseling berlangsung. Dalam hal ini konselor perlu
mengalih tangankan (referal) konseli
pada pihak lain (konselor) yang lebih ahli untuk menangani masalah yang sedang
dihadapi oleh konseli tersebut. “Pengalihan
tanganan seperti ini adalah wajib, artinya masalah klien tidak boleh
terkatung-katung di tangan konselor yang terdahulu itu.”
12.
Asas Tut Wuri Handayani
Sebagaimana yang telah dipahami dalam
pengertian bimbingan dan konseling bahwa bimbingan dan konseling itu merupakan
kegiatan yang dilakukan secara sistematis, sengaja, berencana, terus menerus,
dan terarah kepada suatu tujuan. Oleh karena itu kegiatan pelayanan bimbingan
dan konseling tidak hanya dirasakan adanya pada saat konseli mengalami masalah
dan menghadapkannya kepada konselor/ guru pembimbing saja. Kegiatan bimbingan
dan konseling harus senantiasa diikuti secara terus menerus dan aktif sampai
sejauh mana konseli telah berhasil mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Asas
ini menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruhan dapat
menciptakan suasana mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan
keteladanan, dan memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang
seluas-luasnya kepada konseli untuk maju. (Anas Salahudin. Bimbingan dan
Konseling: 2010 Hal. 42).
C. Orientasi layanan Bimbingan dan
Konseling
Layanan bimbingan dan konseling hendaknya menekankan pada : (a) ORIENTASI
individual, (b) orientasi perkemangan siswa, dan (3) orientasi permasalahan
yang dihadapi siswa.
1.
Orientasi
individual
Pada hakikatnya setiap individu mempunyai perbedaan satu sama lainnya.
Perbedaan itu dapat bersumber dari latar belakang pengalamannya, pendidikan,
sifat-sifat kepribadian yang dimiliki dan sebagainya. Menurut Willerman (1979)
anak kembar satu telor pun mempunyai perbedaan, apalagi kalau dibesarkan dalam
lingkungan yang berbeda. Ini membuktikan bahwa kondisi lingkungan dapat
memberikan andil terjadinya perbedaan individu. Tylor (1956) juga menyatakan
bahwa kelas sosial keluarga dapat menimbulkan terjadinya perbedaan individu.
Perbedaan latar belakang kehidupan individu dapat mempengaruhinya dalam
cara berpikir, cara berperasaan dan cara menganalisis masalah. Dalam layanan
bimbingan dan konseling hal ini harus menjadi perhatian besar.
2.
Orientasi
perkembangan
Dalam setiap tahap usia perkembangan individu hendaknya mampu mewujudkan
tugas-tugas perkembangannya. Setiap tahap atau periode perkembangan mempunyai
tuas-tugas perkembangan sendiri-sendiri yang sudah harus dicapai pada akhir
tahap masa perkembangannya itu. Pencapaian tugas perkembangan di suatu tahap
perkembangan akan mempengaruhi perkembangan berikutnya (Ratna Asmara Pane,
1988). Sebagai contoh dapat dikemukakan tugas-tugas perkembangan masa remaja
menurut Havighurst yang dikutip oleh Hurlock (1980) antara lain:
a.
Mampu
mengadakan hubungan-hubungan baru dan lebih matang dengan teman sebaya baik
laki-laki maupun perempuan.
b.
Dapat berperan
sosial yang sesuai, baik perannya sebagai laki-laki atau sebagai perempuan.
c.
Menerima
keadaan fisik serta dapat memenfaatkan kondisi fisiknya dengan baik.
d.
Mampu menerima
tanggung jawab sosial dan bertingkah laku sesuai dengan tanggung jawab sosial.
e.
Tidak tergantung
secara emosional pada orang tua atau orang dewasa lainnya.
f.
Menyiapkan diri
terhadap karir dan ekonomi.
g.
Menyiapkan diri
terhadap perkawinan dan kehidupan berkeluarga.
h.
Memperoleh
nilai-nilai sistem etis sebagai pedoman dalam bertingkah laku serta dapat
mengembangkan suatu ideologi.
3.
Orientasi
masalah
Layanan bimbingan dan konseling harus bertolak belakang dari masalah yang
sedang dihadapi oleh klien. Konselor hendaknya tidak terperangkap dalam
masalah-masalah lain yang tidak dikeluhkan oleh klien. Hai ini disebut dengan asas kekinian (Prayitno, 1985). Artinya
pembahasan masalah difokuskan pada masalah yang saat ini (saat berkonsultasi)
dirasakan oleh klien. Kadang-kadang konselor terperangkap dalam hal-hal yang
sebenarnya tidak dirasakan sebagai masalah oleh klien yang bersangkutan.
Akibatnya, masalah yang sebenarnya justru tidak teratasi atau bahkan timbul
masalah baru. Konselor dapat saja membahas hal-hal lain asal masih ada
kaitannya dengan masalah yang dihadapi klien.
D. Kode Etik Bimbingan dan Konseling
Untuk menyatukan pandanan tentang kode etik jabatan, berikut ini
dikemukakan suatu rumusan dari Winkel (1992) : “Kode etik jabatan ialah pola ketentuan/
aturan/ tata cara yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas atau aktivitas
suatu profesi”.
Sehubungan dengan itu, Bimo Walgito (1980) mengemukakan beberapa butir
rumusan kode etik bimbingan dan konseling sebagai berikut :
1. Membimbing
atau pejabat lain yang memegang jabatan dalam bidang bimbingan dan penyuluhan
harus memegang teguh prinsip-prinsip bimbingan dan konseling.
2. Pembimbing
harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai hasil yang
sebaik-baiknya, dengan membatasi diri pada keahliannya atau wewenangnya.
3. Oleh
karena pekerjaan pembimbing langsung dengan kehidupan pribadi orang seperti
telah dikemukakan di atas maka seorang pembimbing harus :
a. Dapat memegang atau menyimpan rahasia klien dengan sebaik-baiknya.
b. Menunjukkan
sikap hormat kepada klien.
c. Menunjukkan penghargaan yang sama kepada bermacam-macam klien.
d. Pembimbing
tidak diperkenankan :
a) Menggunakan
tenaga-tenaga pembantu yang tidak ahli atau tidak terlatih.
b) Menggunakan
alat-alat yang kurang dapat dipertanggung jawabkan.
c) Mengambil
tindakan-tindakan yang mungkin menimbulkan hal-hal yang tidak baik bagi klien.
d) Mengalihkan
klien kepada konselor lain, tanpa persetujuan klien tersebut.
e) Meminta
bantuan ahli dalam bidang lain di luar kemampuan atau di luar keahliannya
ataupun di luar keahlian stafnya yang diperlukan dalam melaksanakan bimbiingan
dan konseling.
f) Pembimbing harus selalu menyadari akan tanggung jawabnya yang berat yang
memerlukan pengbdian penuh.
Di samping rumusan tersebut, terdapat rumusan kode etik bimbingan dan
konseling yang dirumuskan oleh Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia, yang dikutip
oleh Syahril dan Riska Ahmad (1986) yaitu :
1. Pembimbing/konselor
menghormati harkat pribadi, integritas dan keyakinan klien.
2. Pembimbing/konselor
menempatkan kepentingan klien di atas kepentingan
pribadi pembimbing/konselor sendiri.
3. Pembimbng/konselor
tidak membedakan klien atas dasar suku bangsa, warna kulit, kepercayaan atau
status sosial ekonominya.
4. Pembimbng/konselor
dapat menguasai dirinya dalam arti kata berusaha untuk mengerti
kekurangan-kekurangannya dan prasangka-prasangka yang ada pada dirinya yang
dapat mengakibatkan rendahnya mutu layanan yang akan diberikan serta merugikan
klien.
5. Pembimbng/konselor
mempunyai serta memperlihatkan sifat-sifat rendah hati, sederhana, sabar,
tertib, dan percaya pada paham hidup sehat.
6. Pembimbng/konselor
terbuka terhadap saran atau pandangan yang diberikan padanya, dalam hubungannya
dengan ketentuan-ketentuan tingkah laku profesional sebagaimana dikemukakan
dalam kode etik bimbingan dan konseling.
7. Pembimbng/konselor
memiliki sifat tanggung jawab baik terhadap lembaga dan orang-orang yang
dilayani, maupun terhadap profesinya.
8. Pembimbng/konselor
mengusahakan mutu kerjanya setinggi mungkin.
9. Pembimbng/konselor
menguasai pengetahuan dasar yang memadai tentang hakikat dan tingkah laku
orang, serta tentang teknik dan prosedur layanan bimbingan guna dapat
memberikan layanan dengan sebaik-baiknya.
10. Seluruh catatan tentang klien
merupakan informasi yang bersifat rahasia, dan pembimbing menjaga kerahasiaan
ini.
11. Sesuatu tes hanya boleh diberikan
oleh petugas yang berwenang menggunakan dan menafsirkan hasilnya.
12. Testing psikologi baru boleh
diberikan dalam penanganan kasus dan keperluan lain yang
membutuhkan data tentang sifat dan diri kepribadian seperti taraf inteligensi,
minat, bakat, dan kecenderungan-kecenderungan dalam diri pribadi seseorang.
13. Data hasil tes psikologis harus
diintegrasikan dengan informasi lainnya yang diperoleh dari sumber lain, serta
harus diperlakukan setaraf dengan informasi lainnya itu.
14. Konselor memberikan orientasi
yang tepat kepada klien mengenai alasan digunakannya tes psikologi dan apa
hubungannya dengan masalah yang dihadapi klien.
15. Hasil tes psikologi harus
diberitahukan kepada klien dengan disertai alasan-alasan tentang
kegiatan-kegiatannya dan hasil tersebut dapat diberitahukan pada pihak lain,
sejauh pihak yang diberitahukan itu ada hubungannya dengan usaha bantuan pada
klien dan tidak merugikan klien sendiri.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bimbingan dan konseling merupakan suatu wadah yang bertujuan untuk
membantu dan membimbing seseorang dalam memecahkan masalahnya atau
mengembangkan potensi dirinya yang dilakukan oleh seorang konselor/ guru kepada
klien/ muridnya sesuai dengan asas-asas dan kode etik yang berlaku dalam
bimbingan dan konseling.
B.
Saran
Seorang konselor/ guru pembimbing sebaiknya selalu memegang teguh
asas-asas dan kode etik bimbingan dan konseling dalam memberi pelayanan kepada
konseli/ siswanya serta senantiasa bertanggungjawab atas keberhasilan siswa dalam rangka mencetak kepribadian
yang luhur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar